Rabu, 15 September 2010

Paus 13 Meter Terdampar di Dompu

Paus sepanjang 13 meter ditemukan terdampar di Pantai Jambu, Kecamatan Pajo, Dompu, kemarin (15/7). Sehari sebelumnya, mamalia laut itu berputar-putar di Pantai Jala, Kecamatan Hu’u, Dompu. Karena itu, seharian tersebut warga Jala menunggu paus tersebut terdampar di sana. Ternyata, hewan raksasa itu malah terdampar di Pantai Jambu.

”Malamnya ikan (red: banyak masyarakat yang masih menganggap paus sebagai ikan, padahal seharusnya mamalia) itu menyembur-nyemburkan air setinggi beberapa meter. Kami sempat ketakutan juga,” ujar Sukri, salah seorang nelayan di Pantai Jambu, kemarin.

Paginya, menurut Ilham, nelayan lain, paus tersebut sudah terdampar di pinggir pantai, mati. Mendengar itu, warga berbondong-bondong ke lokasi. Mereka membawa parang, kapak, pisau, dan benda tajam lain untuk mengambil daging paus itu. ”Daging paus ini diambil ratusan warga sejak pagi hingga sore. Tapi, baru sebagian kecil saja yang berkurang,” kata Sulaiman, warga Hu’u.

Nelayan dan warga lain mengatakan gembira ada paus terdampar di desa mereka. Sebab, saat ini warga sedang kesulitan mendapatkan ikan gara-gara angin dan gelombang tidak bersahabat. ”Untung ada paus ini,” kata Maryam, warga Jala, sambil menenteng daging ikan dengan ember.

Bupati Dompu H Syaifurrahman Salman SE MSi dan rombongan yang kebetulan berkunjung ke Kecamatan Hu’u menyempatkan diri melihat langsung. Kapolres Dompu AKBP Kumbul KS SIK bersama rombongan bahkan sengaja datang ke lokasi hanya untuk menyaksikan paus tersebut.

Petugas perikanan setempat menyatakan kemungkinan paus itu terhempas karena gelombang besar dan tidak mampu kembali ke pantai. Paus tersebut berbobot sekitar 20 ton. Sayang, tidak dijelaskan jenis paus tersebut.

Pemahaman masyarakat terhadap mamalia ini cenderung masih kurang. Beberapa lembaga sebenarnya telah mengeluarkan panduan tanggap terhadap kejadian terdamparnya paus.

sumber : Jawa Post

SEJARAH HARI JADI DOMPU

Berbicara soal sejarah lahirnya sebuah daerah, adalah sesuatu yang menarik. Demikian pula sejarah lahirnya hari jadi Dompu, sudah sering dibicarakan oleh berbagai kalangan, baik melalui rapat, seminar, diskusi maupun lewat media masa. Penetapan hari jadi Dompu dimulai sejak pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar yusuf, msc sejak tahun 1989 / 1994 hingga periode pertama pemerintahan bupati Dompu h.abubakar ahmad, sh tahun 2000 – 2005.

1. Periode pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar yusuf. M.sc (1989 – 1994). Pada periode tersebut sudah mulai dibicarakan secara serius tentang perlunya mencari dan menetapkan hari jadi Dompu. Maka berbagai pihak telah menyepakati dan menetapkan tanggal 12 september 1947 sebagai hari jadi Dompu. Kesepakatan dan penetapan tersebut, berdasarkan suatu penilaian, bahwa tanggal 12 september 1947 merupakan saat pengangkatan sultan Dompu terakhir, yaitu sultan m. Tajul arifin sirajuddin, sebagai kepala daerah swapraja, oleh berbagai kalangan dapat dipandang sebagai tonggak sejarah, namun masih diperdebatkan oleh banyak pihak, walaupun sudah sempat diperingati untuk pertama kalinya pada tanggal 12 september 1993,namun penetapan hari jadi Dompu tanggal 12 september 1947 mentah kembali.

2. Periode i pemerintahan bupati Dompu h. Abubakar ahmad, sh (2000 – 2005). Pada periode ini penelusuran, dan pembahasan hari jadi Dompu diungkap kembali. Pada hari rabu tanggal 15 agustus 2001 di gedung sama ngawa Dompu diadakan seminar sehari diikuti oleh berbagai kalangan masayarakat (birokrat, tomas, toga, tokoh pemuda ) baik yang ada di Dompu maupun yang ada diluar Dompu dengan tujuan mencari, menelusuri , merumuskan dan menetapkan hari jadi Dompu. Melalui keputusan bupati Dompu nomor 172 tahun 2001 membentuk tim perumus hari jadi Dompu. Tim bekerja dengan menggali berbagai dokumen dan mendengarkan berbagai informasi, telah merumuskan dan menetapkan hari jadi Dompu, pada hari jum’at tanggal 24 september 1545 atau bertepatan dengan tanggal 8 rajab 952 h. Adapun yang menjadi dasar pemikiran tim perumus pada saat itu yakni, bahwa pada tanggal tersebut bertepatan dengan pelantikan sultan Dompu pertama, yakni sultan syamsuddin pada tahun 1545. Di tengah perjalanan, usulan hari jadi Dompu yang jatuh pada tanggal 24 september 1545 tersebut masih menjadi perdebatan dari berbagai pihak. Akhirnya bupati Dompu saat itu memutuskan untuk menunda penetapan hari jadi Dompu sambil menunggu dan mencari data yang lebih akurat lagi. Setelah beberapa waktu soal penetapan hari jadi Dompu tidak di bahas, datang usulan dan masukan dari berbagai kalangan masyarakat Dompu berupa konsep atau naskah sebagai bahan acuan untuk mencari dan menetapkan hari jadi Dompu.

1. Konsep m. El. Hayyat ong (h.muhammad yahya) Mengusulkan tanggal 22 januari sebagai hari jadi Dompu, karena pada tanggal tersebut bertepatan dengan pemindahan kerangka jenazah sultan muhammad sirajuddin ( sultan manuru kupa ) dari kupang ntt ke kabupaten Dompu .

2. Konsep h.m. Djafar ahmad. Mengusulkan tanggal 12 september 1545 dan tanggal 12 september 1947, dasar pemikiran usulan tersebut yakni bertepatan dengan residen timur dan daerah taklukannya menetapkan Dompu berpemerintahan sendiri sebagai zelfbestur, sedangkan tahun 1545 dilantiknya sultan syamsuddin sebagai sultan pertama Dompu.

3. Konsep drs. M. Ilyas salman dan kawan-kawan. Tim ini tidak menetapkan tanggal, bulan dan tahun, melainkan hanya mengutarakan beberapa kejadian / peristiwa sejarah penting sebagai alternatif untuk dipilih sebagai hari jadi Dompu yaitu :

A. Tahun 1360 pengucapan sumpah palapa oleh gajah mada yang mempersatukan semua wilayah nusantara dibawah kekuasaan kerajaan majapahit.

B. Tanggal 5 mei 1667 penandatanganan perjanjian bongaya antara sultan goa, yaitu sultan hasanuddin dengan voc, bahwa makasar harus melepaskan kekuasaan politiknya terhadap pulau sumbawa termasuk Dompu

C. Tanggal 10 0ktober 1674, surat resmi pertama raja Dompu kepada jenderal voc di batavia, memuat kunjungan resmi kapten maros sebagai utusan voc.

D. Tanggal 22 juli 1675 kontrak antara kerajaan sumbawa,Dompu dan tambora tentang batas wilayah.

E. Tanggal 30 september 1748, penandatanganan kontrak perbatasan antara kerajaan Dompu dan tambora;

F. Tanggal 9 juli 1792, perjanjian politik kontrak adat, antara rakyat dan raja tentang kewajiban dan hak kedua belah pihak;

G. Tanggal 27 desember 1822, muncul resolusi resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan hindia belanda yang memuat pengaturan bahwa raja Dompu memiliki kekuasaan di samping sultan bima. Beberapa tahun kemudian tampaknya pengungkapan hari jadi Dompu yang belum rampung itupun, sepertinya menjadi tanggung jawab bagi pemerintahan h. Abubakar ahmad saat itu.

Akhirnya bupati Dompu mempunyai gagasan untuk meminta bantuan kepada salah seorang ahli sejarah nasional asal Dompu yang tinggal di bandung, yakni prof. Dr. Helyus syamsuddin, phd (guru besar pada ikip bandung). Prof. Dr. Helyus syamsuddin, hadir ke Dompu sekaligus di gelar kegiatan seminar bersama tim perumus hari jadi Dompu yang saat itu dipimpin ketua komisi `e` dprd Dompu h. Yusuf djamaluddin, membahas soal penetapan hari jadi Dompu di gedung dprd Dompu pada hari jum’at tanggal 18 juni 2004. Melalui seminar yang dihadiri oleh bupati Dompu dan sejumlah toga, toma, tokoh pemuda, tokoh wanita serta dari berbagai komponen masyarakat. Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang akhirnya pada hari sabtu tanggal 19 juni 2004, dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten Dompu menyetujui penetapan hari jadi Dompu jatuh pada hari selasa tanggal 11 april 1815 atau bertepatan dengan tahun islam yakni, 1 jumadil awal 1230 h. Keputusan tersebut selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah (perda) nomor 18 tanggal 19 juni 2004.

Dalam makalahnya yang berjudul ”hari jadi daerah Dompu sebuah usul alternatif” dipaparkan antara lain bahwa, ada ilustrasi sejarah indonesia, mungkin bermanfaat untuk ditambahkan bahwa peristiwa bencana alam, politik atau peperangan dapat saja dijadikan patokan-patokan sejarah yang amat penting. Dalam sejarah indonesia di jawa misalnya, malapetaka yang ditimbulkan oleh letusan dahsyat gunung merapi di jawa tengah, telah memaksa pusat pemerintahan mataram kuno (hindu) pindah dari jawa tengah ke jawa timur pada sekitar abad ke-10. Analogi dengan itu, ketika menggambarkan malapeta yang menimpa daerah Dompu – bima mengutip tulisan j.olivier (1816), bahwa keterangan terakhir memberikan kunci kepada kita, bahwa mengapa istana Dompu yang dahulu, semula berada di bata (istana doro bata)?, jawabannya karena tertimbun abu dan tidak bisa lagi di diami / di huni, lalu di tinggalkan.

Jadi istana bata dulu merupakan sebuah situs sejarah penting di Dompu, yaitu situs istana tua Dompu (asi ntoi) yang letaknya di selatan sorina’e (sekarang kelurahan kandai satu kecamatan Dompu) yang kemudian di pindahkan kesebelah utara sungai. Disinilah selanjutnya di dirikan istana baru (asi bou) letaknya dulu dilokasi masjid raya sekarang (masjid agung baiturrahman Dompu). Letusan gunung tambora yang memaksa ini semua terjadi. Perpindahan istana lama ke istana baru, pemerintahan pindah dari selatan sungai kesebelah utara sungai (sori na’e). Apakah ini tidak merupakan suatu simbol kelahiran baru pemerintahan, meskipun sultan Dompu yang memerintah saat itu masih sultan abdul rasul (1808 – 1840). Jadi kita melihat ada perubahan dan keberlanjutan. Sultan inilah yang mendapat gelar ”sultan ma ntau bata bou” Yang kedua, dengan meletusnya gunung tambora maka 3 kerajaan sekitar tambora luluh lantah yakni, kerajaan tambora, kerajaan pekat dan kerajaan sanggar yang menyisakan penduduknya tinggal 200 orang saja. Tanah yang tidak berpenduduk dari kerajaan pekat dan sebagian kerajaan tambora dikuasai sultan Dompu untuk memperluas wilayahnya. Jadi dengan dua alasan tersebut yaitu, pindahnya asi ntoi ke asi bou serta perluasan wilayah kesultanan dengan masuknya kerajaan pekat dan tambora, merupakan dasar pertimbangan demografis – sosiologis. Dompu, karena malapetaka tersebut, dalam perjalanan waktu puluhan bahkan ratusan tahun, kemudian Dompu terpaksa menerima imigrasi penduduk dari kerajaan sekitarnya, khususnya dari wilayah kerajaan bima (mbojo). Terbentuklah komunitas-komunitas bima di Dompu. Atas persetujuan sultan Dompu dan bima di datangkanlah rakyat kolonisasi (pembojong) dari bima dengan syarat bahwa rakyat itu menjadi rakyat kerajaan Dompu. Karena itu bertambah jumlah kampung dan jiwa di Dompu seperti : kampung bolonduru, bolo baka, monta baru, rasana’e, buncu, dan lain-lainnya. Bagaimanapun juga ada hukum sejarah, bahwa sejarah itu adalah rangkaian dinamis dan dialogis antara keberlanjutan dan perubahan. Dompu ntoi sebelum tambora meletus dan Dompu bou setelah tambora meletus adalah Dompu yang satu itu juga. Yang jelas saat ini, Dompu sudah mempunyai lambang jati diri sebagai sebuah wilayah otonomi seperti daerah-daerah lainnya yang ada di indonesia. Setelah sekian tahun mendambakan hari jadinya, dengan segala upaya dan kerja keras dari seluruh komponen masyarakat yang ada di Dompu, kini Dompu telah menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Dengan telah di tetapkan hari jadi Dompu tanggal 11 april 1815 atau bertepatan dengan 1 jumadil awal 1230 h, melalui peraturan daerah kabupaten Dompu nomor 18 tanggal 19 bulan juni 2004. Dengan telah di tetapkannya hari jadi Dompu ini di harapkan agar supaya dapat lebih memacu dan memotivasi bagi seluruh masyarakat Dompu dalam membangun daerahnya yang bermotto ”nggahi rawi pahu” (satunya kata dengan perbuatan).(*).

Berbicara soal sejarah lahirnya sebuah daerah, adalah sesuatu yang menarik. Demikian pula sejarah lahirnya hari jadi Dompu, sudah sering dibicarakan oleh berbagai kalangan, baik melalui rapat, seminar, diskusi maupun lewat media masa. Penetapan hari jadi Dompu dimulai sejak pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar yusuf, msc sejak tahun 1989 / 1994 hingga periode pertama pemerintahan bupati Dompu h.abubakar ahmad, sh tahun 2000 – 2005.1. Periode pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar yusuf. M.sc (1989 – 1994).Pada periode tersebut sudah mulai dibicarakan secara serius tentang perlunya mencari dan menetapkan hari jadi Dompu. Maka berbagai pihak telah menyepakati dan menetapkan tanggal 12 september 1947 sebagai hari jadi Dompu. Kesepakatan dan penetapan tersebut, berdasarkan suatu penilaian, bahwa tanggal 12 september 1947 merupakan saat pengangkatan sultan Dompu terakhir, yaitu sultan m. Tajul arifin sirajuddin, sebagai kepala daerah swapraja, oleh berbagai kalangan dapat dipandang sebagai tonggak sejarah, namun masih diperdebatkan oleh banyak pihak, walaupun sudah sempat diperingati untuk pertama kalinya pada tanggal 12 september 1993,namun penetapan hari jadi Dompu tanggal 12 september 1947 mentah kembali.2.

Periode i pemerintahan bupati Dompu h. Abubakar ahmad, sh (2000 – 2005).Pada periode ini penelusuran, dan pembahasan hari jadi Dompu diungkap kembali. Pada hari rabu tanggal 15 agustus 2001 di gedung sama ngawa Dompu diadakan seminar sehari diikuti oleh berbagai kalangan masayarakat (birokrat, tomas, toga, tokoh pemuda ) baik yang ada di Dompu maupun yang ada diluar Dompu dengan tujuan mencari, menelusuri , merumuskan dan menetapkan hari jadi Dompu.Melalui keputusan bupati Dompu nomor 172 tahun 2001 membentuk tim perumus hari jadi Dompu. Tim bekerja dengan menggali berbagai dokumen dan mendengarkan berbagai informasi, telah merumuskan dan menetapkan hari jadi Dompu, pada hari jum’at tanggal 24 september 1545 atau bertepatan dengan tanggal 8 rajab 952 h. Adapun yang menjadi dasar pemikiran tim perumus pada saat itu yakni, bahwa pada tanggal tersebut bertepatan dengan pelantikan sultan Dompu pertama, yakni sultan syamsuddin pada tahun 1545.Di tengah perjalanan, usulan hari jadi Dompu yang jatuh pada tanggal 24 september 1545 tersebut masih menjadi perdebatan dari berbagai pihak. Akhirnya bupati Dompu saat itu memutuskan untuk menunda penetapan hari jadi Dompu sambil menunggu dan mencari data yang lebih akurat lagi. Setelah beberapa waktu soal penetapan hari jadi Dompu tidak di bahas, datang usulan dan masukan dari berbagai kalangan masyarakat Dompu berupa konsep atau naskah sebagai bahan acuan untuk mencari dan menetapkan hari jadi Dompu.1. Konsep m. El. Hayyat ong (h.muhammad yahya)Mengusulkan tanggal 22 januari sebagai hari jadi Dompu, karena pada tanggal tersebut bertepatan dengan pemindahan kerangka jenazah sultan muhammad sirajuddin ( sultan manuru kupa ) dari kupang ntt ke kabupaten Dompu .2. Konsep h.m. Djafar ahmad.Mengusulkan tanggal 12 september 1545 dan tanggal 12 september 1947, dasar pemikiran usulan tersebut yakni bertepatan dengan residen timur dan daerah taklukannya menetapkan Dompu berpemerintahan sendiri sebagai zelfbestur, sedangkan tahun 1545 dilantiknya sultan syamsuddin sebagai sultan pertama Dompu.3. Konsep drs. M. Ilyas salman dan kawan-kawan.Tim ini tidak menetapkan tanggal, bulan dan tahun, melainkan hanya mengutarakan beberapa kejadian / peristiwa sejarah penting sebagai alternatif untuk dipilih sebagai hari jadi Dompu yaitu :A. Tahun 1360 pengucapan sumpah palapa oleh gajah mada yang mempersatukan semua wilayah nusantara dibawah kekuasaan kerajaan majapahit.B. Tanggal 5 mei 1667 penandatanganan perjanjian bongaya antara sultan goa, yaitu sultan hasanuddin dengan voc, bahwa makasar harus melepaskan kekuasaan politiknya terhadap pulau sumbawa termasuk DompuC. Tanggal 10 0ktober 1674, surat resmi pertama raja Dompu kepada jenderal voc di batavia, memuat kunjungan resmi kapten maros sebagai utusan voc.D. Tanggal 22 juli 1675 kontrak antara kerajaan sumbawa,Dompu dan tambora tentang batas wilayah.E. Tanggal 30 september 1748, penandatanganan kontrak perbatasan antara kerajaan Dompu dan tambora;F. Tanggal 9 juli 1792, perjanjian politik kontrak adat, antara rakyat dan raja tentang kewajiban dan hak kedua belah pihak;G. Tanggal 27 desember 1822, muncul resolusi resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan hindia belanda yang memuat pengaturan bahwa raja Dompu memiliki kekuasaan di samping sultan bima.Beberapa tahun kemudian tampaknya pengungkapan hari jadi Dompu yang belum rampung itupun, sepertinya menjadi tanggung jawab bagi pemerintahan h. Abubakar ahmad saat itu.Akhirnya bupati Dompu mempunyai gagasan untuk meminta bantuan kepada salah seorang ahli sejarah nasional asal Dompu yang tinggal di bandung, yakni prof. Dr. Helyus syamsuddin, phd (guru besar pada ikip bandung). Prof. Dr. Helyus syamsuddin, hadir ke Dompu sekaligus di gelar kegiatan seminar bersama tim perumus hari jadi Dompu yang saat itu dipimpin ketua komisi `e` dprd Dompu h. Yusuf djamaluddin, membahas soal penetapan hari jadi Dompu di gedung dprd Dompu pada hari jum’at tanggal 18 juni 2004.Melalui seminar yang dihadiri oleh bupati Dompu dan sejumlah toga, toma, tokoh pemuda, tokoh wanita serta dari berbagai komponen masyarakat. Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang akhirnya pada hari sabtu tanggal 19 juni 2004, dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten Dompu menyetujui penetapan hari jadi Dompu jatuh pada hari selasa tanggal 11 april 1815 atau bertepatan dengan tahun islam yakni, 1 jumadil awal 1230 h. Keputusan tersebut selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah (perda) nomor 18 tanggal 19 juni 2004.Dalam makalahnya yang berjudul ”hari jadi daerah Dompu sebuah usul alternatif” dipaparkan antara lain bahwa, ada ilustrasi sejarah indonesia, mungkin bermanfaat untuk ditambahkan bahwa peristiwa bencana alam, politik atau peperangan dapat saja dijadikan patokan-patokan sejarah yang amat penting. Dalam sejarah indonesia di jawa misalnya, malapetaka yang ditimbulkan oleh letusan dahsyat gunung merapi di jawa tengah, telah memaksa pusat pemerintahan mataram kuno (hindu) pindah dari jawa tengah ke jawa timur pada sekitar abad ke-10.Analogi dengan itu, ketika menggambarkan malapeta yang menimpa daerah Dompu – bima mengutip tulisan j.olivier (1816), bahwa keterangan terakhir memberikan kunci kepada kita, bahwa mengapa istana Dompu yang dahulu, semula berada di bata (istana doro bata)?, jawabannya karena tertimbun abu dan tidak bisa lagi di diami / di huni, lalu di tinggalkan.Jadi istana bata dulu merupakan sebuah situs sejarah penting di Dompu, yaitu situs istana tua Dompu (asi ntoi) yang letaknya di selatan sorina’e (sekarang kelurahan kandai satu kecamatan Dompu) yang kemudian di pindahkan kesebelah utara sungai. Disinilah selanjutnya di dirikan istana baru (asi bou) letaknya dulu dilokasi masjid raya sekarang (masjid agung baiturrahman Dompu).Letusan gunung tambora yang memaksa ini semua terjadi. Perpindahan istana lama ke istana baru, pemerintahan pindah dari selatan sungai kesebelah utara sungai (sori na’e). Apakah ini tidak merupakan suatu simbol kelahiran baru pemerintahan, meskipun sultan Dompu yang memerintah saat itu masih sultan abdul rasul (1808 – 1840).Jadi kita melihat ada perubahan dan keberlanjutan. Sultan inilah yang mendapat gelar ”sultan ma ntau bata bou”Yang kedua, dengan meletusnya gunung tambora maka 3 kerajaan sekitar tambora luluh lantah yakni, kerajaan tambora, kerajaan pekat dan kerajaan sanggar yang menyisakan penduduknya tinggal 200 orang saja.Tanah yang tidak berpenduduk dari kerajaan pekat dan sebagian kerajaan tambora dikuasai sultan Dompu untuk memperluas wilayahnya. Jadi dengan dua alasan tersebut yaitu, pindahnya asi ntoi ke asi bou serta perluasan wilayah kesultanan dengan masuknya kerajaan pekat dan tambora, merupakan dasar pertimbangan demografis – sosiologis.Dompu, karena malapetaka tersebut, dalam perjalanan waktu puluhan bahkan ratusan tahun, kemudian Dompu terpaksa menerima imigrasi penduduk dari kerajaan sekitarnya, khususnya dari wilayah kerajaan bima (mbojo). Terbentuklah komunitas-komunitas bima di Dompu. Atas persetujuan sultan Dompu dan bima di datangkanlah rakyat kolonisasi (pembojong) dari bima dengan syarat bahwa rakyat itu menjadi rakyat kerajaan Dompu. Karena itu bertambah jumlah kampung dan jiwa di Dompu seperti : kampung bolonduru, bolo baka, monta baru, rasana’e, buncu, dan lain-lainnya.Bagaimanapun juga ada hukum sejarah, bahwa sejarah itu adalah rangkaian dinamis dan dialogis antara keberlanjutan dan perubahan.Dompu ntoi sebelum tambora meletus dan Dompu bou setelah tambora meletus adalah Dompu yang satu itu juga. Yang jelas saat ini, Dompu sudah mempunyai lambang jati diri sebagai sebuah wilayah otonomi seperti daerah-daerah lainnya yang ada di indonesia.Setelah sekian tahun mendambakan hari jadinya, dengan segala upaya dan kerja keras dari seluruh komponen masyarakat yang ada di Dompu, kini Dompu telah menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Dengan telah di tetapkan hari jadi Dompu tanggal 11 april 1815 atau bertepatan dengan 1 jumadil awal 1230 h, melalui peraturan daerah kabupaten Dompu nomor 18 tanggal 19 bulan juni 2004.Dengan telah di tetapkannya hari jadi Dompu ini di harapkan agar supaya dapat lebih memacu dan memotivasi bagi seluruh masyarakat Dompu dalam membangun daerahnya yang bermotto ”nggahi rawi pahu” (satunya kata dengan perbuatan).(*).

dompukab.go.id
Berbicara soal sejarah lahirnya sebuah daerah, adalah sesuatu yang menarik. Demikian pula sejarah lahirnya hari jadi Dompu, sudah sering dibicarakan oleh berbagai kalangan, baik melalui rapat, seminar, diskusi maupun lewat media masa. Penetapan hari jadi Dompu dimulai sejak pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar yusuf, msc sejak tahun 1989 / 1994 hingga periode pertama pemerintahan bupati Dompu h.abubakar ahmad, sh tahun 2000 – 2005. 1. Periode pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar yusuf. M.sc (1989 – 1994).Pada periode tersebut sudah mulai dibicarakan secara serius tentang perlunya mencari dan menetapkan hari jadi Dompu. Maka berbagai pihak telah menyepakati dan menetapkan tanggal 12 september 1947 sebagai hari jadi Dompu. Kesepakatan dan penetapan tersebut, berdasarkan suatu penilaian, bahwa tanggal 12 september 1947 merupakan saat pengangkatan sultan Dompu terakhir, yaitu sultan m. Tajul arifin sirajuddin, sebagai kepala daerah swapraja, oleh berbagai kalangan dapat dipandang sebagai tonggak sejarah, namun masih diperdebatkan oleh banyak pihak, walaupun sudah sempat diperingati untuk pertama kalinya pada tanggal 12 september 1993,namun penetapan hari jadi Dompu tanggal 12 september 1947 mentah kembali. 2. Periode i pemerintahan bupati Dompu h. Abubakar ahmad, sh (2000 – 2005).Pada periode ini penelusuran, dan pembahasan hari jadi Dompu diungkap kembali. Pada hari rabu tanggal 15 agustus 2001 di gedung sama ngawa Dompu diadakan seminar sehari diikuti oleh berbagai kalangan masayarakat (birokrat, tomas, toga, tokoh pemuda ) baik yang ada di Dompu maupun yang ada diluar Dompu dengan tujuan mencari, menelusuri , merumuskan dan menetapkan hari jadi Dompu. Melalui keputusan bupati Dompu nomor 172 tahun 2001 membentuk tim perumus hari jadi Dompu. Tim bekerja dengan menggali berbagai dokumen dan mendengarkan berbagai informasi, telah merumuskan dan menetapkan hari jadi Dompu, pada hari jum’at tanggal 24 september 1545 atau bertepatan dengan tanggal 8 rajab 952 h. Adapun yang menjadi dasar pemikiran tim perumus pada saat itu yakni, bahwa pada tanggal tersebut bertepatan dengan pelantikan sultan Dompu pertama, yakni sultan syamsuddin pada tahun 1545.Di tengah perjalanan, usulan hari jadi Dompu yang jatuh pada tanggal 24 september 1545 tersebut masih menjadi perdebatan dari berbagai pihak. Akhirnya bupati Dompu saat itu memutuskan untuk menunda penetapan hari jadi Dompu sambil menunggu dan mencari data yang lebih akurat lagi. Setelah beberapa waktu soal penetapan hari jadi Dompu tidak di bahas, datang usulan dan masukan dari berbagai kalangan masyarakat Dompu berupa konsep atau naskah sebagai bahan acuan untuk mencari dan menetapkan hari jadi Dompu. 1. Konsep m. El. Hayyat ong (h.muhammad yahya) Mengusulkan tanggal 22 januari sebagai hari jadi Dompu, karena pada tanggal tersebut bertepatan dengan pemindahan kerangka jenazah sultan muhammad sirajuddin ( sultan manuru kupa ) dari kupang ntt ke kabupaten Dompu .2. Konsep h.m. Djafar ahmad.Mengusulkan tanggal 12 september 1545 dan tanggal 12 september 1947, dasar pemikiran usulan tersebut yakni bertepatan dengan residen timur dan daerah taklukannya menetapkan Dompu berpemerintahan sendiri sebagai zelfbestur, sedangkan tahun 1545 dilantiknya sultan syamsuddin sebagai sultan pertama Dompu. 3. Konsep drs. M. Ilyas salman dan kawan-kawan. Tim ini tidak menetapkan tanggal, bulan dan tahun, melainkan hanya mengutarakan beberapa kejadian / peristiwa sejarah penting sebagai alternatif untuk dipilih sebagai hari jadi Dompu yaitu : A. Tahun 1360 pengucapan sumpah palapa oleh gajah mada yang mempersatukan semua wilayah nusantara dibawah kekuasaan kerajaan majapahit. B. Tanggal 5 mei 1667 penandatanganan perjanjian bongaya antara sultan goa, yaitu sultan hasanuddin dengan voc, bahwa makasar harus melepaskan kekuasaan politiknya terhadap pulau sumbawa termasuk Dompu C. Tanggal 10 0ktober 1674, surat resmi pertama raja Dompu kepada jenderal voc di batavia, memuat kunjungan resmi kapten maros sebagai utusan voc. D. Tanggal 22 juli 1675 kontrak antara kerajaan sumbawa,Dompu dan tambora tentang batas wilayah. E. Tanggal 30 september 1748, penandatanganan kontrak perbatasan antara kerajaan Dompu dan tambora; F. Tanggal 9 juli 1792, perjanjian politik kontrak adat, antara rakyat dan raja tentang kewajiban dan hak kedua belah pihak; G. Tanggal 27 desember 1822, muncul resolusi resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan hindia belanda yang memuat pengaturan bahwa raja Dompu memiliki kekuasaan di samping sultan bima.Beberapa tahun kemudian tampaknya pengungkapan hari jadi Dompu yang belum rampung itupun, sepertinya menjadi tanggung jawab bagi pemerintahan h. Abubakar ahmad saat itu.

Akhirnya bupati Dompu mempunyai gagasan untuk meminta bantuan kepada salah seorang ahli sejarah nasional asal Dompu yang tinggal di bandung, yakni prof. Dr. Helyus syamsuddin, phd (guru besar pada ikip bandung). Prof. Dr. Helyus syamsuddin, hadir ke Dompu sekaligus di gelar kegiatan seminar bersama tim perumus hari jadi Dompu yang saat itu dipimpin ketua komisi `e` dprd Dompu h. Yusuf djamaluddin, membahas soal penetapan hari jadi Dompu di gedung dprd Dompu pada hari jum’at tanggal 18 juni 2004.

Melalui seminar yang dihadiri oleh bupati Dompu dan sejumlah toga, toma, tokoh pemuda, tokoh wanita serta dari berbagai komponen masyarakat. Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang akhirnya pada hari sabtu tanggal 19 juni 2004, dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten Dompu menyetujui penetapan hari jadi Dompu jatuh pada hari selasa tanggal 11 april 1815 atau bertepatan dengan tahun islam yakni, 1 jumadil awal 1230 h. Keputusan tersebut selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah (perda) nomor 18 tanggal 19 juni 2004. Dalam makalahnya yang berjudul ”hari jadi daerah Dompu sebuah usul alternatif” dipaparkan antara lain bahwa, ada ilustrasi sejarah indonesia, mungkin bermanfaat untuk ditambahkan bahwa peristiwa bencana alam, politik atau peperangan dapat saja dijadikan patokan-patokan sejarah yang amat penting. Dalam sejarah indonesia di jawa misalnya, malapetaka yang ditimbulkan oleh letusan dahsyat gunung merapi di jawa tengah, telah memaksa pusat pemerintahan mataram kuno (hindu) pindah dari jawa tengah ke jawa timur pada sekitar abad ke-10.

Analogi dengan itu, ketika menggambarkan malapeta yang menimpa daerah Dompu – bima mengutip tulisan j.olivier (1816), bahwa keterangan terakhir memberikan kunci kepada kita, bahwa mengapa istana Dompu yang dahulu, semula berada di bata (istana doro bata)?, jawabannya karena tertimbun abu dan tidak bisa lagi di diami / di huni, lalu di tinggalkan. Jadi istana bata dulu merupakan sebuah situs sejarah penting di Dompu, yaitu situs istana tua Dompu (asi ntoi) yang letaknya di selatan sorina’e (sekarang kelurahan kandai satu kecamatan Dompu) yang kemudian di pindahkan kesebelah utara sungai. Disinilah selanjutnya di dirikan istana baru (asi bou) letaknya dulu dilokasi masjid raya sekarang (masjid agung baiturrahman Dompu).
Tambora
Tambora Meletus Letusan gunung tambora yang memaksa ini semua terjadi. Perpindahan istana lama ke istana baru, pemerintahan pindah dari selatan sungai kesebelah utara sungai (sori na’e). Apakah ini tidak merupakan suatu simbol kelahiran baru pemerintahan, meskipun sultan Dompu yang memerintah saat itu masih sultan abdul rasul (1808 – 1840).Jadi kita melihat ada perubahan dan keberlanjutan. Sultan inilah yang mendapat gelar ”sultan ma ntau bata bou”Yang kedua, dengan meletusnya gunung tambora maka 3 kerajaan sekitar tambora luluh lantah yakni, kerajaan tambora, kerajaan pekat dan kerajaan sanggar yang menyisakan penduduknya tinggal 200 orang saja.Tanah yang tidak berpenduduk dari kerajaan pekat dan sebagian kerajaan tambora dikuasai sultan Dompu untuk memperluas wilayahnya. Jadi dengan dua alasan tersebut yaitu, pindahnya asi ntoi ke asi bou serta perluasan wilayah kesultanan dengan masuknya kerajaan pekat dan tambora, merupakan dasar pertimbangan demografis – sosiologis.Dompu, karena malapetaka tersebut, dalam perjalanan waktu puluhan bahkan ratusan tahun, kemudian Dompu terpaksa menerima imigrasi penduduk dari kerajaan sekitarnya, khususnya dari wilayah kerajaan bima (mbojo). Terbentuklah komunitas-komunitas bima di Dompu. Atas persetujuan sultan Dompu dan bima di datangkanlah rakyat kolonisasi (pembojong) dari bima dengan syarat bahwa rakyat itu menjadi rakyat kerajaan Dompu. Karena itu bertambah jumlah kampung dan jiwa di Dompu seperti : kampung bolonduru, bolo baka, monta baru, rasana’e, buncu, dan lain-lainnya.Bagaimanapun juga ada hukum sejarah, bahwa sejarah itu adalah rangkaian dinamis dan dialogis antara keberlanjutan dan perubahan.Dompu ntoi sebelum tambora meletus dan Dompu bou setelah tambora meletus adalah Dompu yang satu itu juga. Yang jelas saat ini, Dompu sudah mempunyai lambang jati diri sebagai sebuah wilayah otonomi seperti daerah-daerah lainnya yang ada di indonesia.Setelah sekian tahun mendambakan hari jadinya, dengan segala upaya dan kerja keras dari seluruh komponen masyarakat yang ada di Dompu, kini Dompu telah menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Dengan telah di tetapkan hari jadi Dompu tanggal 11 april 1815 atau bertepatan dengan 1 jumadil awal 1230 h, melalui peraturan daerah kabupaten Dompu nomor 18 tanggal 19 bulan juni 2004.Dengan telah di tetapkannya hari jadi Dompu ini di harapkan agar supaya dapat lebih memacu dan memotivasi bagi seluruh masyarakat Dompu dalam membangun daerahnya yang bermotto ”nggahi rawi pahu” (satunya kata dengan perbuatan).
sumber : http://www.rasanae.co.cc/2010

Selasa, 14 September 2010

BUDIDAYA LELE SANGKURIANG



Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air Tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan 1) dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah dan 4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.

Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit.

Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah. Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai FCR (Feeding Conversion Rate).

Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo BBAT Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele Sangkuriang.

Seperti halnya sifat biologi lele dumbo terdahulu, lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas.

Tujuan pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah untuk memberikan cara dan teknik pemeliharaan ikan lele dumbo strain Sangkuriang yang dilakukan dalam rangka peningkatan produksi Perikanan untuk meningkatkan ketersediaan protein hewani dan tingkat konsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia.

Berdasarkan keunggulan lele dumbo hasil perbaikan mutu dan sediaan induk yang ada di BBAT Sukabumi, maka lele dumbo tersebut layak untuk dijadikan induk dasar yaitu induk yang dilepas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan telah dilakukan diseminasi kepada instansi/pembudidaya yang memerlukan. Induk lele dumbo hasil perbaikan ini, diberi nama Lele Sangkuriang. Induk lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F2 6).

Budidaya lele Sangkuriang dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m - 800 m dpi. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya artinya kawasan budidaya yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pemda setempat.

Budidaya lele, baik kegiatan pembenihan maupun pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, bak tembok atau bak plastik. Budidaya di bak tembok dan bak plastik dapat memanfaatkan lahan pekarangan ataupun lahan marjinal lainnya.

Sumber air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumu (air permukaan atau sumur dalam), ataupun air hujan yan sudah dikondisikan terlebih dulu. Parameter kualitas air yan baik untuk pemeliharaan ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut:

Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air.
pH air yang ideal berkisar antara 6-9.
Oksigen terlarut di dalam air harus > 1 mg/l.
Budidaya ikan lele Sangkuriang dapat dilakukan dalam bak plastik, bak tembok atau kolam tanah. Dalam budidaya ikan lele di kolam yang perlu diperhatikan adalah pembuatan kolam, pembuatan pintu pemasukan dan pengeluaran air.

Bentuk kolam yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele adalah empat persegi panjang dengan ukuran 100-500 m2. Kedalaman kolam berkisar antara 1,0-1,5 m dengan kemiringan kolam dari pemasukan air ke pembuangan 0,5%. Pada bagian tengah dasar kolam dibuat parit (kamalir) yang memanjang dari pemasukan air ke pengeluaran air (monik). Parit dibuat selebar 30-50 cm dengan kedalaman 10-15 cm.

Sebaiknya pintu pemasukan dan pengeluaran air berukuran antara 15-20 cm. Pintu pengeluaran dapat berupa monik atau siphon. Monik terbuat dari semen atau tembok yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian kotak dan pipa pengeluaran. Pada bagian kotak dipasang papan penyekat terdiri dari dua lapis yang diantaranya diisi dengan tanah dan satu lapis saringan. Tinggi papan disesuaikan dengan tinggi air yang dikehendaki. Sedangkan pengeluaran air yang berupa siphon lebih sederhana, yaitu hanya terdiri dari pipa paralon yang terpasang didasar kolam dibawah pematang dengan bantuan pipa berbentuk L mencuat ke atas sesuai dengan ketinggian air kolam.

Saringan dapat dipasang pada pintu pemasukan dan pengeluaran agar ikan-ikan jangan ada yang lolos keluar/masuk.

Pelaksanaan Budidaya
Sebelum benih ikan lele ditebarkan di kolam pembesaran, yang perlu diperhatikan adalah tentang kesiapan kolam meliputi:

a. Persiapan kolam tanah (tradisional)

Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya. Dinding kolam diperkeras dengan memukul-mukulnya dengan menggunakan balok kayu agar keras dan padat supaya tidak terjadi kebocoran. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor).

Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan (bak untuk pemanenan).

Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.

Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2.
Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring
Kemudian dilakukan pengisian air kolam.
Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.

b. Persiapan kolam tembok

Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.

c. Penebaran Benih

Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.

d. Pemberian Pakan

Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.

e. Pemanenan

Ikan lele Sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15 - 20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.

Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.

Proses Produksi pada kegiatan pembesaran disajikan Tabel 1.

Tabel 1
Proses pembesaran lele Sangkuriang di bak tembok.

Kriteria Satuan Pembesaran
Ukuran Tanaman
- Umur hari 40
- panjang cm 4 - 8
- bobot gram 4- 6
Ukuran Panen
- Umur hari 130
- panjang cm 15 - 20
- bobot gram 125 - 200
Sintasan % 80-90
Padat Tebar Ekor/m2 50-75
Pakan
- Tingkat Pemberian % bobot 3
- Frekuensi Pemberian kali/hari 3
Tingkat Konversi Pakan 0,8 - 1,2

Kegiatan budidaya lele Sangkuriang di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp.

Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan plastik di sekeliling kolam.

Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan.

Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik.

Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Pindahkan segera ikan yang memperlihatkan gejala sakit dan diobati secara terpisah. Ikan yang tampak telah parah sebaiknya dimusnahkan.
Jangan membuang air bekas ikan sakit ke saluran air.
Kolam yang telah terjangkit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur (CaO) ditebarkan merata didasar kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam retak-retak.
Kurangi kepadatan ikan di kolam yang terserang penyakit.
Alat tangkap dan wadah ikan harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit. Sebelum dipakai lagi sebaiknya dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50 liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air).
Setelah memegang ikan sakit cucilah tangan kita dengan larutan PK
Bersihkan selalu dasar kolam dari lumpur dan sisa bahan organik
Usahakan agar kolam selalu mendapatkan air segar atau air baru.Tingkatkan gizi makanan ikan dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.

MANAJEMEN DAN PENYAKIT HEWAN LABORATORIUM

I. Pendahuluan Hewan Laboratorium

Hewan laboratorium atau hewan percobaan istilah ini sering kita dengar dan tidak asing ditelinga kita. Sebenarnya apa itu hewan Laboratorium, hewan laboratorium adalah hewan yang dipelihara dan dapat menempati ruang untuk digunakan sebagai penelitian. Sebagian peneliti membagi hewan laboratorium menjadi dua kelompok besar yaitu hewan laboratorium spesies besar dan hewan laboratorium spesies kecil. Contoh hewan laboratorium spesies besar antara lain anjing, kucing, kambing dan domba, sedangkan contoh spesies hewan laboratorium kecil yang lazim digunakan antara lain : Mencit, tikus, hamster, cavia (marmut), gerbit dan kelinci. Pemilihan hewan laboratorium biasanya didasarkan pada tujuan penelitian yang akan di lakukan.
Beberapa prinsip pemeliharaan hewan laboratorium :
1. Lingkungan :
• Hewan lab. Sensitif terhadap perubahan temperatur dan kelembaban
• Normal 300 C (mencit, tikus, marmut), 200 C (hamster), 25-280 C (kelinci)
• Ventilasi perkandangan yang baik
• Mengetahui kebutuhan fisiologis masing-masing spesies hewan lab.
• Lingkungan yang tenang
2. Status kesehatan
• tujuan pengecekana atau pemeliharaan kesehatan adalah untuk menjaga peforma dan perkembang biakan hewan lab, minimal 95% menngkat dan mampu bertahan sampai dewasa.
• Dilakukan dengan cara pemeriksaan kesehatan rutin.
3. Staff
• Kesehatan dan upah serta memiliki pengetahuan dan ilmu yang terkait dengan hewan lab dan diberi pelatihan khusus untuk penelitian-penelitian tertentu.
4. Kontrol makan dan minum
• Setiap spesies memiliki susunan ransum yang berbeda
5. Kontrol manajemen
• berhubungan dengan jumlah yang akan diproduksi, waktu serta sistem perkawinan, persediaan pakan dan pembuangan limbah.
6. Kontrol kualitas hewan
• Terbebas dari penyakit
• Permintaan pasar (Germ Free, SPF)

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam hewan laboratorium :

Germ Free : Bebas dari segala macam mikroorganisme. Yang sering dipakai adalah Cavia, kelinci dan hamster jarang di pakai karena lebih peka dan lebih cepat mati. Untuk Fowl yang sering dipakai adalah telur embrio tertunas (TET). Untuk mamalia yang sering dipakai adalah jenis primata.

Konvensional : Ruang mikroba flora normal. Dalam tubuh terdapat flora normal tapi tidak teridentifikasi.

Gnotobiotik : bisa mengandung satu atau lebih mikroorganisme dan harus tahu mikroorganismenya dan dapat juga bersifat atau berupa germ free. Untuk tes gnotobiotik dapat digunakan salmonella dan telur ayam tertunas SPF. Gnotobiotik dapat bersifat monobiotik, dibiotik dan polibiotik. Bisa germ free bisa juga 1 atau lebih mkroorganisme dan diketahui mikroorganisme apa saja. Dalam pemeliharaannya, harus memperhatikan
a. Ruangan yang steril
b. Udara didalam lebih tinggi
c. Memiliki fasilitas pemberian pakan eksternal
d. Peralatan dan perlengkapan kandang yang steril.
e. Hewan yang keluar masuk dikontrol

Specific Pathogen Free (SPF) : Bebas dari patogen spesifik tertentu misalnya research tentang primata yang digunakan harus bebas dari TBC, contoh lain adalah telur tertunas dalam pengujian salmonella dan AI. Ada flora normal tetapi bebas pathogen tertentu.

Produksi
Hewan gravid tua dibedah secara cesar dalam keadaan steril kemudian di masukan flora normal tertentu yang sudah diketahui (tidak membahayakan) dalam isolator. Maka akan terbentuk sistem kekebalan dan dipelihara untuk bebas pathogen tertentu. 2 hal penting yang perlu dimonitoring :
1. kondisi/monitoring mikrobiologi : GN  monitor mikroba apa saja yang dimasukkan, SPF  monitor pathogen spesifik yang diinginkan, bila terjadi kelainan, maka sebaiknya diafkir.
2. monitor genetik

Makanan
• Harus bebas parasit, mikroorganisme dan pathogen
• Harus di steril sebelum diberikan
• Juga bebas parasit
• Sterilisasi pakan : pasteurisasi 70-80O C, autoclave atau membunuh spora. Pemanasan 134O C dengan temperature singkat.
• Sterilisasi pakan lebih baik dengan temperature tinggi dan dengan waktu yang pendek.
• Menggunakan radiasi, hasil lebih baik namun keamanan yang mengoperasikan harus diperhatikan.
• Komposisi pakan, harus ditambahkan vitamin K dan B12, cavia penambahan vitamin C.









II. Hewan-hewan Laboratorium spesies kecil

Hewan laboratorium spesies kecil yang sangat sering digunakan antara lain sebagai berikut :
1. Mencit (Mus musculus)
• Paling ekonomis karena murah, mudah dirawat dan banyak anak
• Mudah ditangani
• Merupakan hewan coba yang paling banyak digunakan (> 50%) oleh ahli immunologi, genetika dan onkologi
• Banyak inbreed strain dari mencit yang digunakan untuk penelitian penyakit penting.
• Aplikasi di laboratorium :
i. Digunakan dalam uji-uji imunologi
ii. Penelitian tentang kanker
iii. Penelitian dan pengujian diabetes
iv. Kajian tentang Kelainan darah
v. Penelitian mengenai obesitas (kegemukan)
• Data fisiologis mencit
Data biologik Normal Mencit
Konsumsi pakan per hari 5 g (umur 8 minggu)
Konsumsi air minum per hari 6,7 ml (umur 8 minggu)
Diet protein 20-25 %
Ekskresi urine perhari 0,5-1 ml
Lama hidup 1,5 tahun
Bobot badan dewasa jantan 20-45 g
Bobot badan dewasa betina 20-40 g
Bobot lahir 1-1,5 g
Dewasa kelamin (jantan=betina) 28-49 hari
Siklus ekstrus (menstruasi) 4-5 hari (polyestrus)
Umur sapih 21 hari
Mulai makan pakan kering 10 hari
Rasio kawin 1 jantan- 3 betina
Jumlah kromosom 40
Suhu rektal 37,5 0C
Laju respirasi 163
Denyut jantung 310-840 X/mn
Pengambilan darah maksimum 7,7 ml/Kg
Jumlah sel darah merah 8,7 – 10,5 X 10 6 /μl
Kadar haemoglobin 13,4 g/dl
Pack cell volume (PCV) 44 %
Jumlah sel darah putih 8,4 X 10 3


2. Tikus (Rattus musculus)
• Memiliki banyak anak, mudah dipelihara, ukuran badan lebih besar dibandingkan dengan mencit.
• Mudah ditangani
• Aplikasi di laboratorium:
i. Latihan pembedahan / tehnik bedah
ii. Sumber serum komplemen
iii. Banyak dipergunakan oleh ahli toksikologi dan ahli farmakologi
• Data fisologis Tikus
Data biologik Normal Tikus
Konsumsi pakan per hari 5 g/ 100 g bb
Konsumsi air minum per hari 8-11 ml/100 g bb
Diet protein 12 %
Ekskresi urine perhari 5,5 ml/ 100 g bb
Lama hidup 2,5-3 tahun
Bobot badan dewasa jantan 300-400 g
Bobot badan dewasa betina 250-300 g
Bobot lahir 5-6 g
Dewasa kelamin (jantan=betina) 50±10 hari
Siklus ekstrus (menstruasi) 5 hari (polyekstrus)
Umur sapih 21 hari, 40-50 g
Mulai makan pakan kering 12 hari
Rasio kawin 1 jantan- 3-4 betina
Jumlah kromosom 42
Suhu rektal 37,5 0C
Laju respirasi 85 x/ mm
Denyut jantung 350-500 X/mn
Pengambilan darah maksimum 5,5 ml/Kg
Jumlah sel darah merah 7,2 – 9,6 X 10 6 /μl
Kadar haemoglobin 15,6 g/dl
Pack cell volume (PCV) 46 %
Jumlah sel darah putih 14 X 10 3 /μl


3. Hamster (Mesocitus aucatus)
• Aplikasi di laboratorium :
i. Uji fertilitas semen manusia dengan menggunakan sel telur hamster
ii. Research tentang tumor

4. Marmut atau cavia (Cavia porcelus)
• Jumlah anak lebih sedikit dibandingkan dengan tikus
• Aplikasi di laboratorium :
i. Sumber komplemen
ii. Uji-uji imunologi

5. Kelinci (Orycytolagus rariculis)
• Aplikasi di laboratorium :
i. Reproduksi
ii. Sumber komplemen
iii. Research tentang teratologi
iv. Sebagai produksi anti serum (intravena didaerah telinga untk menghasilkan serum yang diinginkan)

• Data fisiologis kelinci
Data biologik Normal Kelinci
Konsumsi pakan per hari 100-200 g
Konsumsi air minum per hari 200-500 ml
Diet protein 14 %
Ekskresi urine perhari 30-35 ml
Lama hidup 5-7 tahun
Bobot badan dewasa jantan 4-4,5 Kg
Bobot badan dewasa betina 4,5-6,5 Kg
Bobot lahir 30-100 g
Dewasa kelamin jantan 5-6 bulan (4,5 Kg)
Dewasa kelamin betina 6-7 bulan (4 Kg)
Siklus ekstrus (menstruasi) (polyekstrus) diinduce
Umur sapih 16-18 hari
Mulai makan pakan kering 35-42 hari
Rasio kawin 1 jantan- 6-10 betina
Jumlah kromosom 44
Suhu rektal 39,5 0C
Laju respirasi 51 x/ mm
Denyut jantung 200-300 X/mn
Pengambilan darah maksimum 7,7 ml/Kg
Jumlah sel darah merah 4-7 X 10 6 /μl
Kadar haemoglobin 10-15 g/dl
Pack cell volume (PCV) 33-48 %
Jumlah sel darah putih 5-12X 103




III. Produksi Hewan Laboratorium

Produksi hewan lab didapat melalui Inbreed stock dan Outbreed stock. Outbreed stock adalah hewan yang secara genetik tidak identik / tidak seragam, dimana perkawinan/ persilangannya dilakukan secara asal-asalan. Contoh : Wistar routs, Swiss mice, CFW, MIH. Inbreed stock adalah hewan yang secara genetik identik/ seragam, dimana perkawinan/ persilangannya dilakukan secara teratur dan terencana. Contoh : Balb/c.

Keuntungan dan kekurangan Outbreed dan Inbreed :
Keuntungan Kelemahan
Outbreed stock • Daya adaptasi tinggi
• Relatif tahan penyakit
• Jumlah anak banyak
• Tidak memerlukan tempat khusus untuk memelihara
• Murah dan mudah didapat
• Biasa digunakan untuk praktikum biologi dan kedokteran • Hasil penelitian dengan menggunakan outbreed stock belum bisa diakui secara internasional, karena secara genetik tidak sama.

Inbreed stock • Isogenitas  secara genetik sama
• Homozigositas  sifat resesif tidak muncul
• Secara fenotipik seragam
• Stabilitas dan keseragaman bertahan lama
• Mudah teridentifikasi
• Sensifitasnya tinggi
• Inbreed distribusinya berskala internasional
• Standarisasinya terjamin • Harga relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan outbreed stock

Sistem pemeliharaan Outbreed stock dan Inbreed stock adalah sebagai berikut :
Outbreed stock :
- Tidak memerlukan tempat khusus.
- Kita bisa saja membeli 2 induk yang sembarangan yang penting sehat.
- Tempatkan kedua induk tersebut dalam 1 kotak.
- Makanannya tergantung spesies, air harus selalu dikasih pada tempat tersebut.
- Suhu lingkungan dari hewan tersebut harus selalu dijaga.
- Perhatikan kesehatannya, serta pada saat beranak setelah cukup umurnya pisahkan anak dari hewan/induknya tersebut.
- Monitoring kualitas hewan secara berkala.
- Biasanya hewan-hewan outbreed banyak mempunyai anak.

Inbreed stock :
- Jika kita ingin mendapatkan bibit inbreed dari outbreed kita bisa mengawinkan minimal 20 kali dengan saudaranya.
- Bibit dari inbreed harus selalu diperhatikan kemurniannya.
- Harus selalu dijaga suhu lingkungannya.
- Temperatur 300c pada mencit, tikus, marmut,dan 260 -300 c pada kelinci.
- Jumlah amoniac harus selalu diperhatikan karena dapat menyebabkan vertilitas.
- Kualitas hewan harus diperhatikan, seperti berat badan dan bebas dari penyakit.

Metode-metode mengawinkan hewan laboratorium
Outbreed stock
Untuk mempertahankan Outbreed stock kita harus memperhatikan faktor genetik pergenerasi harus dari 1% tingkat inbreeding, tingkat inbreeding tergantung pada jumlah hewan dan schedule perkawinan.Contoh perhitungan tingkat inbreeding : 48 hewan jantan 10 ditambah 1/8 hewan betina 20. 1 generatio = 1 (8 x 10) + 1 (8 x 20) – 3/100 – 0,02 = 2%. Sedangkan peraturan internasional harus < 1% dapat dilakukan dengan 2 cara :
1. Jumlah hewan ditambah.
2. Menjaga inbreeding secara maximum dengan cara :
- Memilih hanya 1 jantan untuk perkawinan berikutnya (tidak sesama saudaranya).
- Sistem perkandangan 1 jantan, 1 betina / 1 jantan, 5 betina.

Untuk mempertahankan inbreed stock :
- Untuk menjaga terjadi mutasi / perubahan genetik, serta kontaminasi genetik.
- Mengawinkan terus sesama betina saudara.
- Harus punya stock utama ( fondation stock ) hanya kawin antar saudara dan jumlahnya ditentuin tetap terus-menerus dengan memilih anakan beberapa ekor untuk dikawinkan sesama saudara selebihnya dipisahkan dan boleh kawin acak.
- Harus punya skema kawin tergantung jenisnya :
1. Kelompok kawin permanen
jantan X 1 betina + banyak anaknya. Dengan meletakkan 2 x 1 jantan dengan 5 betina di dalam 1 kotak dan tidak dipindahkan sampai beranak-pinak.
2. Sistem Horem.
1 jantan umur 4-8 bulan. Dengan menggandakan jantan dan betina dan jika beranak pisahkan dengan pejantan.
3. Kawin Manual.
Kawin manual adalah perkawinan dengan bantuan, biasanya dilakukan pada kelinci, kelemahannya adalah kita harus benar-benar mengetahui fisiologis khususnya masa estrus dan ovulasi kelinci.
4. Inseminasi buatan (IB). Jarang dilakukan kecuali hewan langka karena tidak ekonomis.






























IV. Tehnik-tehnik hewan Laboratorium

Tehnik- tehnik yang sering digunakan pada hewan laboratorium adalah sebagai berikut :

1. Mencit
a. Cara handling : untuk memegang mencit yang akan diperlakuakan baik pemberian obat ataupun pengambilan darah, maka diperlukan cara-cara khusus sehinga mempermudah cara perlakuannya. Secara alamiah mencit cenderung menggigit bila mendapat perlakuan sedikit perlakuan kasar. Pengambilan mencit dari kandang dilakukan dengan mengambil ekornya kemudian mencit ditaruh pada kawat kasa dan ekornya sedikit ditarik. Cubit bagian belakang kepala dan jepit ekornya. Disamping itu secara komersial telah diproduksi sebuah alat untuk menghandel hewan laboratorium dengan berbagai ukuran, sehingga memudahkan peneliti untuk mengambil darah atau perlakuan lainnya.

b. Penandaan (identifikasi) : beberapa cara penandaan hewan Lab. Dilakukan untuk mengetahui kelompok hewan yang diperlakukan berbeda dengan kelompok yang lain. Penandaan ini dapat dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang (kronis), sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang. Yaitu dengan ear tag (anting bernomor), tatoo pada ekor, melubangi daun telinga dan elektronik transponder.

c. Pengambilan darah : pada umumnya pengambilan darah terlalu banyak pada hewan kecil dapat menyebabkan shock hipovolemik, stress dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit darah tetapi sering, juga dapat menyebabkan anemia. Pada umumnya pengambilan darah dilaukan sekitar 10% dari total volume darah dalam tubuh dan dalam selang waktu 2-4 minggu. Atau sekitar 1% dengan interval 24 jam. Total darah yang diambil sekitar 7,5% dari bobot badan. Diperkirakan pemberian darah tambahan (exsanguination) sekitar setengah dari volume total darah. Contohnya : bobot 25 G, total volume darah 1,875 ml, maksimum pengambilan darah 0,1875 ml, maka pemberian exsanguination 0,9375 ml. Pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tetentu dari tubuh yaitu :
i. Vena lateral dari ekor
ii. Sinus orbitalis mata
iii. Vena saphena (kaki)
iv. Langsung dari jantung. Sedangkan tempat atau lokasi untuk injeksi, volume sediaan dan ukuran jarum adalah sebagai berikut:

IV IP IM SC Oral
Lokasi Lateral ekor Tidak direkomendasikan Belakang leher
Volume 0,2 ml 2-3 ml 2-3 ml 5-10 ml/Kg
Ukuran Jarum <25 gauge <21 Gauge < 20 Gauge Jarum tumpul 22-24 Gauge

d. Tehnik Euthanasia : dengan beberapa cara yaitu euthanasia dengan CO2, injeksi barbiturat over dosis (200 mg/Kg) IP atau dengan dislokasi maupun dekapitasi. Yang terakhir perlu keahlian khusus dan bergantung pada tujuan dilakukan euthanasia.

2. Mencit
a. Cara Handling : pertama ekor dipegang sampai pangkal ekor. Kemudian telapak tangan menggenggam melalui bagian belakang tubuh dengan jari telunjuk dan jempol secara perlahan diletakkan disamping kiri dan kanan leher. Tangan yang lainnya membantu dengan menyangga dibawahnya, atau tangan lainnya dapat digunakan untuk menyuntik.

b. Cara identifikasi : beberapa cara penandaan hewan Lab. Dilakukan untuk mengetahui kelompok hewan yang diperlakukan berbeda dengan kelompok yang lain. Penandaan ini dapat dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang (kronis), sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang. Yaitu dengan “ear tag” (anting bernomor), tatoo pada ekor, melubangi daun telinga dan elektronik transponder.

c. Pengambilan darah : pada umumnya pengambilan darah terlalu banyak pada hewan kecil dapat menyebabkan shock hipovolemik, stress dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit darah tetapi sering, juga dapat menyebabkan anemia. Pada umumnya pengambilan darah dilaukan sekitar 10% dari total volume darah dalam tubuh dan dalam selang waktu 2-4 minggu. Atau sekitar 1% dengan interval 24 jam. Total darah yang diambil sekitar 7,5% dari bobot badan. Diperkirakan pemberian darah tambahan (exsanguination) sekitar setengah dari volume total darah. Contohnya : bobot 300 G, total volume darah 22,5 ml, maksimum pengambilan darah 2,25 ml, maka pemberian exsanguination 11,25 ml. Pengambiln darah harus menggunakan alatyang aseptik. Untuk meningkatkan vasodilatasi, perlu diberi kehangatan pada hewan pada hewan tersebut, misalnya taruh dalam ruangan dengan suhu 40 derajat celcius selama 10-15 menit, dengan memasang lampu pemanas dalam ruangan tersebut. Pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tetentu dari tubuh yaitu :
i. Vena lateral dari ekor
ii. Bagian ventral arteri ekor
iii. Sinus orbitalis mata
iv. Vena saphena (kaki)
v. Anterior vena cava
vi. Langsung dari jantung. Sedangkan tempat atau lokasi untuk injeksi, volume sediaan dan ukuran jarum adalah sebagai berikut :

IV IP IM SC Oral
Lokasi Lateral ekor dan vena saphena Otot kuadriceps bagian belakang paha, otot lumbal Belakang leher
Volume 0,5 ml 5-10 ml 0,1 ml 5-10 ml 5-10 ml/Kg
Ukuran Jarum <23 gauge <21 Gauge < 21 gauge < 20 Gauge Jarum tumpul 18-20 Gauge

d. Tehnik euthanasia : dengan beberapa cara yaitu euthanasia dengan CO2, injeksi pentobarbital overdosis (40-60 mg/Kg) IP atau dengan ketamin/medotomidin, 60-75 mg/Kg IP. Atau dengan obat anastetika lainnya.

3. Kelinci
a. Cara handling : kadang kelinci mempunyai kebiasaan untuk mencakar dan menggigit. Bila penanganan kurang baik, kelinci sering berontak dan mencakar kuku dari kaki belakang dengan sangat kuat yang kadang dapat menyakiti dirinya sendiri. Kadang kondisi tersebut dapat menyebabkan patahnya tulang belakang kelinci yang bersangkutan. Cara menghandel adalah dengan menggenggam bagian belakang kelinci sedikit ke depan dari bagian tubuh, dimana bagian tersebut kulitnya agak longgar. Kemudian angkat kelinci dan bagian bawanya disangga. Sedangkan cara menangani kelinci perlakuan baik.
b. Identifikasi (Penandaan) : penandaan kelinci dapat dilakukan secara individu hewan ataupun kelompok. Penandaan banyak dilakukan pada daerah telinga yang berupa “ear tag” (anting telinga yang dapat diberi nomor). Dapat juga dengan tato pada telinga.

c. Pengambilan darah : Pada umumnya pengambilan darah dilaukan sekitar 10% dari total volume darah dalam tubuh dan dalam selang waktu 2-4 minggu. Atau sekitar 1% dengan interval 24 jam. Total darah yang diambil sekitar 7,5% dari bobot badan. Diperkirakan pemberian darah tambahan (exsanguination) sekitar setengah dari volume total darah. Contohnya : bobot kelinci 3 KG, total volume darah 225 ml, maksimum pengambilan darah 22,5 ml, maka pemberian exsanguination 112,5 ml. Pengambiln darah harus menggunakan alatyang aseptik. Pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tetentu dari tubuh yaitu
i. Bagian lateral Vena saphena (kaki)
ii. Anterior vena cava
iii. Langsung dari jantung.
iv. Arteri sentral di telinga
v. Vena jugularis. Sedangkan tempat atau lokasi untuk injeksi, volume sediaan dan ukuran jarum adalah sebagai berikut :

IV IP IM SC Oral
Lokasi Vena marginal telinga Otot kuadriceps bagian belakang paha, otot lumbal Belakang leher
Volume 1-5 ml 50-100 ml 0,5-1 ml 50-100 ml 5-10 ml/Kg
Ukuran Jarum <21 gauge <21 Gauge < 20 gauge < 20 Gauge Jarum tumpul 18-20 Gauge

d. Tehnik Anasthesia : Anasthesia dapat dilkukan secara inhalasi maupun injeksi. Anasthesia inhalasi dilkukan dengan inhalan “isofluran”. Sedangkan untuk injeksi dapat diberikan pentobarbital 20-60 mg?Kg IV dan terjadi efek setelah 1-3 jam. Beberapa obat anathesia umum juga dapat diberikan sesuai dengan anjuran. Pembunuhan (anasthesia) pada kelinci jarang dilakukan.












V. Penyakit-penyakit pada hewan Laboratorium

1. Mencit :
i. Ectromelia (mouse pox)
• Ormopox virus, penyakit ini bisa berjalan akut dan kronis.
• Bentuk akut  hewan tiba-tiba mati
• Bentuk kronis  gejala sakit lebih lama, pembengkakan di kaki dan ekor, terbentuk lesi ulceratif, erupsi pada kulit.
• Diferensial diagnosa dari penyakit ini adalah Streptobacillus moniliformis.
• Tidak termasuk zoonosis
• Advice: hewan penderita disarankan untuk dimusnahkan, bekas kandang di disinfektan kemudian baru boleh di isi kembali.
ii. Tyzzer disease
• penyakit ini disebabkan oleh Bacillus Filiformis.
• Predisposisi : kandang yang overload (terlalu padat)
• gejala yang dapat menyertai adalah diare, nafsu makan turun, berat badan turun, beberapa kemudian hewan bisa mati.
• Histopatologi : lesi pada hati yang berbentuk nodul.
• Isolasi bakteri dapat diambil dari usus dan empedu.
• Tidak termasuk zoonosis
• Advice: hewan penderita disarankan untuk dimusnahkan, bekas kandan di disinfektan kemudian baru boleh diisi lagi.
iii. Pseudotubercullosis
• agen penyakitnya ialah Corynebacterium pseudotubercullosis, Corynebacterium chultzcherri.
• Gejala nya dapat berupa sesak nafas dan kelemahan.
• Patologi anatomisnya : peradangan pada ginjal, otot, hati dan jantung. Pada oragan-organ tersebut terbentuk abses dan tuberkel.
• Tidak termasuk zoonosis.
iv. Salmonellosis :
• Salmonella Typhimurium, Salmonella enteritis.
• Gejala : diare, bulu kasar, berat badan penderita menurun, mortalitas 50-100%.
• Prediposisi : sanitasi, kandang yang tidak bersih, kontaminasi makanan dan minuman.
• Isolasi : feses dan darah. Pada hewan yang sudah mati dapat diambil hati dan limpanya.
v. Lymphocytic choriomeningitis (LCM) :
• Arena virus.
• Penularan : inta nasal, subcutaneus, lewat makanan, transplacental.
• Mencit muda  bertahap/silent/ laten bertahan sampai dewasa
• Pada hewan tua dapat menyebabkan kematian.
• Pada kejadian akut  coriomeningitis
• Gejala : pincang dan inkoordinasi gerak
• Termasuk zoonosis
vi. Epidemic diarrhea
• Causa :Rotavirus
• Hewan rentan : 7-17 hari (hewan muda)
• Gejalanya : diare, lambat laun badan penuh fese, akan tetapi tetap rakus makan, perutnya kembung, fese terkadang numpuk dirambut dekat anus.
• Mortalitas lebih kurang 50%
• Tidak termasuk zoonosis
vii. Internal Parasit
• Aspicularis tetraptera
• Syphacia obvelata
• Syphacia muris
• Trichosomoides crasicanda
• Hymenolepis diminura
• Hymenolepis nana
viii. Eksternal parasit.
• Sarcoptes scabiae
• Myobia musculi
• Mycoples spp
• Psorepgates simplex

2. Tikus :
i. Chronic Respiratory Disease (CRD)
• Causa : Mycoplasma pulmonie dan streptobacillus moniliformis
• Penyakit penting di breeding koloni
• Hewan-hewan yang bebas CRD biasanya SPF atau Germ Free
• Hewan konvensional bisa menjadi reservoir
• Gejala : batuk, radang pada paru-paru, infeksi dapat mencapai teling (tortikolitis)
• Terkadang positif CRD dapat ditemukan pasteurella Sp.
• Rambut berdiri, kusam,tidak nafsu makan, laktasi terhenti sehingga ana-anak mati.
• Sulit untuk mengontrol CRD
• Khusus CRD yang disebabkan oleh Streptobacillus moniliformis jika zoonosis menjadi penyakit “Rat Bike Fever”
ii. Salmonellosis :
• Salmonella Typhimurium, Salmonella enteritis.
• Gejala : diare, bulu kasar, berat badan penderita menurun, mortalitas 50-100%.
• Prediposisi : sanitasi, kandang yang tidak bersih, kontaminasi makanan dan minuman.
• Isolasi : feses dan darah. Pada hewan yang sudah mati dapat diambil hati dan limpanya.
iii. Coccidiosis :
• Causa : Eimeria separatan dan Eimeria miayirii
• Predisposisi : hewan yang baru dibeli dan dalam keadaan stress.
• Isolasi : fese cari Oosit
iv. Livercyst
• Cysticercosis fasciolaris pada hati
• Causa : taenia crassicolis
v. Hymenolepis diminiruta dan Hymenolepis nana
• Intermediet host : kecoak dan pinjal
• H. Nana bisa menginfeksi manusia
• Diagnosa : feses (telur)
• Pencegahan : kandang yang bersih (bebas kecoak)
• Gejala : enteritis
• Hampir sekitar 15-30 % tikus terinfeksi
vi. Parasit darah
• Biasanya tidak zoonosis
• Babesia muris
• Bordotella muris
• Biasanya menyerang tikus yang telah dipakai penelitian yang dilakukn pengambilan limpa
• Insecta punya peranan dalam siklus hidup parasitnya.
vii. Nematoda
• Cacing gilig  tidak termasuk zoonosis
• Heterakis spumosa
• Trichosomoides grassicauda
• Syphasia obvelata
• Gejala : diare, parasit dapat bermigrasi keparu-paru, VU, Ginjal dan uterus
viii. Parasit eksternal
• Sarcopes scabiae
• notoedres sp
• oktoedres sp.
3. Cavia :
i. Salmonellosis
• sama dengan mencit
ii. Coccidiosis
• agen : Eimeria caviae dan Balantidium caviae
• gejala klinis : tidak nampak pada hewan muda karena biasanya hewan muda yang terkena coccidiosis langsung mati, pada hewan dewasa gejala klinis yang sering ditemui adalah diare, anemia.
iii. Pseudotuberculosis
• tidak zoonosis
• agen : Yersinia pseudotberculosa
• ada tiga bentuk yaitu : septicemia dengan gejala klinis batuk, peningkatan frekuensi pernafasan, satu sampai 2 hari hewan mati. Bentuk yang kedua adalah bentuk kronis, gejala yang sering ditemui adalah pembengkakan limfoglandula di daerah leher dan thoraks. Bentuk yang terakhir adalah bentuk umum, gejalanya berat badan menurun, diare, pembesaran limfoglandula, 3-4 minggu hewan terseut mati.

iv. Pneumonia
• termasuk penyakit zoonosis
• agen : Streptococcus pneumoniae, Klebsiella pneumoniae, Bordetella bronchiseptica.
• Gejala : limfoglandula membengkak, leleran mucus dari hidung (SP), nanah (K)
• Kelinci ditenggarai sebagai carrier bordetella  tidak boleh digabung dengan cavia
• Parasit eksternal  kutu Trimenopon jenningsi, Gliricola porcelli  paling sering. Gejala klinis : gatal, iritasi pada kulit, kerontokan pada rambut.
v. Penyakit lainnya yang sering diderita cavia
• defisiensi vitamin C  hipersalivasi  peningkatan pertumbuhan, sulit menelan.
• Kekurangan serat kasar (rumput, kel, gandum).
• Hipersalivasi harus dikasih makan yang kasar (slabbers)
• Keracunan antibiotika.

4. Kelinci :
1. Salmonellosis (rabbit thipoid)
2. Coccidiosis  sering terjadi, causanya adalah E. stiedae
3. Parasit  scabies, notoedres
4. Pasteurellosis
5. Tyizers : Bacillus piriformis
6. Spilis
• non zoonosis
• rabbit spilis
• causa : Treponema cuniculi, T. pallidum
• penularannya dapat melalui intra coitus.
7. Meboid enteropati
• hewan cepat mati
• biasa menyerang hewan umur 7-10 minggu
• tidak zoonosis

SEPTICEMIA EPIZOOTICA (SE)

I. Pendahuluan

Penyakit Septicaemia Epizootika (SE) atau biasa disebut dengan penyakit ngorok atau septicaemia hemorhagica adalah penyakit menular terutama pada kerbau, sapi, babi dan kadang-kadang pada domba, kambing dan kuda yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida tipe tertentu. Penyakit biasanya berjalan secara akut sehingga angka kematian tinggi, terutama pada penderita yang telah menunjukan tanda-tanda klinik secara jelas.
Penyakit ini tersebar di Asia selatan dan Asia tenggara termasuk Indonesia, Srilangka, Philipina, Thailand dan Malaysia. Di Afrika, penyakit ini terjadi di Afrika Timur Tengah, Afrika Tengah, Afrika Selatan. Di Jepang, Amerika, Australia dan Eropa kejadian penyakit ini sudah jarang dilaporkan. Kejadian pada negara tropis tinggi pada saat musim hujan tetapi isolat dapat ditemukan sepanjang tahun.
Di daerah endemik, diagnosis terhadap penyakit SE sering dilakukan dengan pengamatan gejala klinis. Sesuai dengan namanya, pada hewan yang terinfeksi menunjukan gejala ngorok (mendengkur), disamping adanya kebengkakan pada daerah- submandibula dan leher bagian bawah. Gambaran pada hewan memamah biak menunjukkan adanya sepsis. Diagnosis ini kemudian dipertegas dengan isolasi dan identifikasi bakteri. Untuk pengendalian penyakit SE, vaksinasi masih merupakan cara yang paling umum dilakukan.
Penyakit SE menyebabkan kematian, penurunan berat badan, serta kehilangan tenaga kerja pembantu pertanian dan pengangkutan. Kerugian yang lain seperti peternak sering terpaksa menjual ternaknya dibawah harga untuk potong. Kerugian ekonomi terbesar akibat penyakit ini terjadi di Asia. Walaupun estimasi kuantitatif kerugian ekonomis akibat penyakit ini jarang dilakukan, dilaporkan dibeberapa negara, kematian akibat penyakit ini mencapai 4–10 ribu ekor per tahun. Laporan FAO tahun 1991 menyebutkan bahwa kerugian pertahun di Indonesia sebesar US$ 4000-6000, di Laos sebesar US$ 1,4 juta dan di Malaysia sebesar US$ 1 juta.


II. Etiologi

Bakteri Pasteurella biasanya diikuti dengan hewan yang diserangnya misalnya pada sapi P. boviseptica, pada babi P. suiseptica, pada ayam P. aviseptica, pada kambing atau domba P. oviseptica dan sebagainya. Selanjutnya pada tahun 1939 dibedakan bakteri Pasteurella yang dapat menyebabkan hemolisa dan tidak, menjadi Pasteurella hemolytica dan Pasteurella multocida (P. septica).
Telah lama diketahui bahwa bakteri Pasteurella dapat ditularkan dari satu hewan ke hewan lainnya. Berdasarkan kenyataannya bahwa bakteri Pasteurella menunjukan bentuk koloni dan sifat yang bermacam-macam, yaitu pertama berdasarkan mouse protection test dan yang kedua berdasarkan atas sifat-sifat antigen selubung bakteri (kapsul) dalam indirect Haemaglutination Test (HA).
Bakteri P. multocida yang berbentuk coccobacillus, mempunyai ukuran yang sangat halus dan bersifat bipolar. Sifat bipolar ini lebih jelas terlihat pada bakteri yang diisolasi dari penderita dan diwarnai dengan cara giemsa. Bakteri yang bersifat gram negatif ini tidak membentuk spora bersifat non-motil dan berkapsul yang dapat hilang karena penyimpanan terlalu lama.
Bentuk koloninya tidak selalu seragam, tergantung beberapa faktor, misalnya media yang digunakan, umur bakteri dalam penyimpanan, frekuensi pemindahan bakteri dan sebagainya. Koloni bakteri yang baru diisolasi dari penderita atau hewan percobaan biasanya bersifat Mucoid dan kelama-lamaan menjadi bentuk Smouth (halus) atau Rough (kasar). Koloni yang bersifat iridescent pada penglihatan pada permukaan bawah cawan Petri biasanya bersifat virulen. Bakteri P. multocida menimbulkan gas yang berbau.

III. Epidemiologi

1. Kejadian di Indonesia
Penyakit SE ditemukan pertama kali di Indonesia oleh DRIESSEN pada tahun 1884 di daerah Balaraja, Tangerang, kemudian pada tahun berikutnya meluas ke timur sampai sungai Citarum dan ke barat sampai ujung Menteng, Bekasi.
Penyakit SE pada kerbau dikenal dengan nama Rinderpest tipe busung. Penyakit tersebut sudah ditemukan pada daerah Majalengka (1897), Imogiri serta daerah diluar pulau Jawa seperti Tanah Datar (1884) dan Bengkulu (1889). Pada tahun 1891 penyebab dari penyakit tersebut dapat diisolasi oleh Van Ecke.
Sejak akhir abad ke 19 penyakit telah meluas ke sebagian besar wilayah Indonesia. Selain kerbau dan sapi, SE juga dapat menyerang kuda, kambing, domba dan rusa.

2. Hewan Rentan
Telah lama diketahui bahwa kadang-kadang bakteri hanya bersifat saprofit pada hewan yang menjadi induk semang. Hewan-hewan tersebut akan menjadi carier penyakit dan mungkin akan menjadi sumber penularan bagi hewan rentan yang lain. Di negara lain hewan-hewan yang dapat terinfeksi adalah babi (48%), sapi (80%), tonsil anjing (10%), gusi anjing (90%) dan tenggorokan manusia (3%).
Selain itu bakteri juga dapat diisolasi dari kelinci, burung dara, burung pelican, kuda, kambing, domba, rusa, tikus, kangguru, ayam, itik dan lain-lain. Berdasarkan perhitungan LD50, urutan derajat kerentanan hewan mulai dari yang paling rentan adalah kelinci, mencit, burung, perkutut, merpati dan marmot. Ayam dan itik bersifat resisten.

IV. Patogenesis
Penyakit SE ditemukan disebagian besar wilayah Indonesia, dan Negara negara lainnya, kecuali Australia, Oceania, Amerika Utara, Afrika Selatan dan Jepang. Kebanyakan wabah bersifat musiman, terutama pada musim hujan. Secara spasmodik penyakit juga ditemukan sepanjang tahun. Selain itu ditambah faktor predisposisi seperti kelelahan, kedinginan, pengangkutan, anemia dan sebagainya.
Diduga sebagai pintu gerbang infeksi bakteri Pasteurella kedalam tubuh penderita adalah tenggorokan. Hewan sehat akan tertular oleh hewan sakit atau carier melalui kontak atau melalui makanan, minuman dan alat-alat tercemar. Ekskreta hewan penderita (saliva, kemih dan tinja) juga dapat mengandung bakteri Pasteurella.
Bakteri yang jatuh di tanah, apabila keadaan serasi untuk pertumbuhan bakteri (lembab, hangat, teduh) akan tahan kurang dari satu minggu dan dapat menulari hewan-hewan yang digembalakan di tempat tersebut. Tanah tidak lagi dianggap sebagai reservoir permanen untuk bakteri Pasteurella, ada kemungkinan bahwa insekta dan lintah dapat bertindak sebagai vektor.
Infeksi alami yang ringan akan mengakibatkan terbentuknya antibodi. Begitu pula dengan hewan-hewan yang sembuh dari penyakit SE. Menurut penelitian, jika setengah hewan dalam kelompok telah di vaksin, maka penyakit tidak timbul karena peluang untuk terjadinya kasus diperkecil dan kemungkinan terjadinya wabah dibatasi.
Pada babi, SE banyak yang berbentuk sebagai gangguan pernafasan dengan gejala batuk yang lebih menonjol. Penularan melalui udara yang dibatukkan oleh penderita lebih mudah terjadi, apalagi kalau babi-babi tersebut makan dan minum dari tempat yang sama. Timbulnya SE pada babi sangat dipengaruhi oleh faktor predisposisi, seperti pada kerbau dan sapi ekskreta penderita juga dapat mengandung bakteri Pasteurella.
Kontaminasi pada
rumput, air, dll

Karier Karier Penyebaran bakteri Kasus Hewan
Laten aktif secara intermitten klinis peka

Kontak
Hewan langsung
Kebal alami

Terinfeksi
tanpa gejala
Gambar 1. Siklus Septicaemia Epizootica
Di lapangan, kejadian penyakit SE biasanya dilaporkan sebagai terjadinya kematian hewan secara cepat. Dalam pengamatan, hewan biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh, oedema submandibular (kadang menyebar ke daerah dada) dan gejala pernafasan dengan keluarnya ingus dari hidung. Dalam banyak kasus, hewan kemudian mengalami kelesuan atau lemah dan kematian. Lama penyakit lebih pendek pada kerbau dibandingkan pada sapi, kisaran waktunya mulai kurang dari 24 jam dalam kejadian perakut sampai 2-5 hari. Gejala timbul biasanya setelah masa inkubasi 2-5 hari. Gambaran klinis menunjukan 3 fase yaitu: fase pertama, hewan mengalami kenaikan suhu tubuh, anoreksia dan hipersalivasi; fase kedua, hewan mengalami gangguan pernafasan dengan hioersalivasi dan nasal discharge; dan fase ketiga, bakteri telah masuk ke dalam peredaran darah sehingga terjadi septicaemia.
Pada kerbau yang diinfeksi secara buatan, kenaikan suhu hingga 43oC dapat teramati 4 jam sesudah infeksi setelah inokulasi, sedangkan pada sapi kenaikan suhu mencapai 40oC baru teramati setelah 12 dan 16 jam setelah iniokulasi. Dalam darah, bakterimia sudah terjadi 12 jam setelah inokulasi pada kerbau dan sapi. Jumlah bakteri dalam darah terus meningkat hingga saat kematian hewan.

V. Gejala Klinik
Penderita SE akan terlihat lesu, suhu tubuh naik dengan cepat, gemetar, mata sayu dan berair, selaput lendir dan mata hiperemi. Nafsu makan, memamak biak, gerakan rumen dan usus menurun sampai hilang disertai konstipasi. Mungkin pula gangguan pencernaan berupa kolik dan diare kadang-kadang disertai titik-titik darah. Sekali-kali ditemukan juga epistasis, hematuria dan urtikaria yang dapat berlanjut ke nekrose kulit.
Pada SE dikenal tiga bentuk yaitu, bentuk busung, pektoral dan intestinal.
a. Bentuk Busung
Ditemukan busung pada bagian kepala, tenggorokan, leher bagian bawah, gelambir dan kadang-kadang pada kaki muka. Tidak jarang pula terjadi pada bagian alat kelamin dan anus. Derajat kematian bentuk ini tinggi sampai mencapai 90% dan berlangsung cepat (hanya 3 hari, kadang-kadang sampai 1 minggu). Sebelum mati, terutama pada kerbau terjadi gangguan pernafasan akan nampak sebagai sesak nafas (dyspnoe) dan suara ngorok merintih dan gigi gemeretak.

b. Bentuk Pektoral
Ditandai dengan bronchopnemoni dan dimulai dengan batuk kering dan nyeri. Kemudian terdapatnya eksudat dari hidung dan terapat pernafasan capat dan basah. Proses biasanya lama 1-3 minggu.
Penyakit yang bersifat kronis ditandai dengan hewan menjadi kurus, batuk, nafas dan amakan terganggu, terus mengeluarkan air mata, suhu tidak berubah, terjadi diare yang bercampur darah, kerusakan pada paru-paru, bronchi dan pleuranya.

c. Bentuk Intestinal
Bentuk intestinal merupakan gabungan dari bentuk busung dan bentuk pektoral.


VI. Gambaran Patologi

1. Patologi Anatomi
a. Bentuk busung
Telihat busung gelatin dan disertai pendarahan di bawah kulit kepala, leher, dada dan sekali-kali meluas sampai bagian belakang perut. Cairan busung bersifat bening, putih kekuningan atau kadang-kadang kemerahan. Sering kali infiltrasi cairan serum terlihat sampai lapisan dalam otot.
Busung gelatin juga ditemukan disekitar pharynx, epiglotis dan pita suara. Lidah sering sekali membengkak dan berwarna coklat kemerahan atau kebiruan dan kadang-kadang menjulur keluar.
Selaput lendir saluran pernafasan umumnya membengkak dan kadang-kadang diseratai selaput fibrin. Kelenjar limfa retropharyngeal dan cervical membengkak. Rongga perut sering berisi cairan berwarna kekuningan sampai kemerahan.
Tanda-tanda peradangan akut hemoragik bias ditemukan di abomasum, usus halus dan colon. Isi rumen biasanya kering sedangkan isi abomasum seperti bubur. Isi usus cair berwarna kelabu kekuningan atau kemerahan tercampur darah.
Seringkali terdapat gastroenteritis yang bersifat hemoragik. Limpa jarang mengalami perubahan dan proses degenerasi biasanya terjadi pada organ parenkim (jantung, hati dan ginjal).

b. Bentuk pektoral
Terlihat pembendungan kapiler dan pendarahan dibawah kulit dan di bawah selaput lendir. Pada bagian pleura terlihat peradangan dengan pandarahan titik dan selaput fibrin tampak pada bagian permukaan alat-alat visceral dan rongga dada. Terlihat gejala busung berbentuk hidrothoraks, hidroperikard. Paru-paru berbentuk bronchopnemoni berfibrin atau fibronekrotik. Bagian paru-paru mengalami hepatisasi dan kosistensi agak rapuh. Hepatisasi umumnya terdapat secara seragam atau satu stadium, berupa hepatisasi merah dalam keadaan akut, hepatisasi kelabu atau kuning dalam stadium yang lebih lanjut. Bidang sayatan paru beraneka warna karena adanya pneumonia berfibrin pada bagian-bagian nekrotik, sekat interlobular berbusung dan bagian-bagian yang normal. Bagian paru-paru yang tidak beradang tampak hiperemik dan berbusung. Kelenjar limfa peribronchial membengkak. Kadang-kadang ada tanda enteritis akut sedangkan limfa umumnya normal.



c. Bentuk Intestinal
Bentuk campuran dari kedua bentuk diatas dan ditandai gastroenteritis kataralis hingga hemoragik.


2. Histopatologi
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis berupa hemoragi pada adventisia dan submukosa peritrachea, general pnemoni intertisial dengan hiperemi, oedema dan infiltrasi limfosit dan makrofag. Ditemukannya mikro koloni bakteri Pasteurella pada pembuluh limfe. Di hati terdapat cloudy swelling dan degenerasi lemak. Pada ginjal ditemukannya pignosis inti dari sel epitel tubular ginjal dan pada jantung terdapat hiperemia subepicardium dan hemoragi subendocardium.

VII. Diagnosa

1. Pengiriman bahan
 Sediaan ulas darah jatung yang difiksasi metil alkohol
 Cairan oedema dan darah dari jantung yang dimasukan kedalam pipet pasteur
 Potongan organ tubuh seperti jantung, limpa, ginjal, kelenjar limfe dan susmsum tulang. Organ dimasukan ke dalam larutan gliserin NaCl 50%. Sumsum tulang dianggap organ yang paling baik untuk dikirimkan.

2. Pemeriksaan di Laboratorium
 Preparat ulas darah diwarnai dengan metilen blue atau giemsa sehingga terlihat bakteri bipolar. Dengan pewarnaan gram terlihat bentuk gram batang negatif.
 Bahan yang diperoleh dari hewan seperti darah, cairan oedema atau suspensi organ disuntikkan ke hewan percobaan
 Isolasi agen penyebab dapat menggunakan agar triptosa, agar darah atau agar serum darah.

3. Percobaan Biologi
Hewan percobaan yang peka yaitu kelinci, perkutut dan mencit yang disuntik secara subkutan (SC) atau intra muscular (IM). Pada kelinci dapat dilakukan dengan menggoreskan bahan tersangka pada kulit telinga, terutama jika bahan yang dikirim telah busuk. Hewan yang disuntik dengan bakteri ini akan memperlihatkan gejala perdarahan pada pembuluh darah paru-paru dan jantung.

VIII. Deferensial Diagnosis

1) Leptospirosis akut
2) Anthraks
3) Penyakit Jembrana stadium awal
4) Rinderpest
5) Black Leg
6) Contangiosa Bovine Pleuro Pneumonia (CBPP)
7) Abses Abdominal
8) Abses Otak
9) Selulitis
10) Infeksi Influensa Haemophylus
11) Sepsis Intra-abdominal
12) Abses Hati
13) Abses Paru-paru
14) Meningitis
15) Abses Perinephric
16) Pneumonia karena Bakterial
17) Pyelonephritis Akut


IX. Pencegahan, Pengendalian dan Pengobatan

1. Pencegahan terhadap penyakit ngorok dilaksanakan tindakan sebagai berikut
a) Untuk daerah bebas penyakit ngorok pencegahan didasarkan pada peraturan yang ketat terhadap pemasukan hewan ke daerah tertentu.
b) Untuk daerah tertular, hewan yang sehat divaksin setahun sekali atau sesuai vaksin yang di gunakan. Vaksin dilakukan sewaktu sebelum terjadi penyakit.
c) Pada hewan tersangka sakit, dapat dipilih salah satu dari perlakuan sebagai berikut: penyuntikan antibiotika, anti serum, penyuntikan kemoterapeutika atau penyuntikan kombinasi antiserum dan antibiotika.

2. Penanggulangan dan pemberantasan penyakit ngorok harus mengikuti ketentuan sebagai berikut :

a) Dalam keadaan penyakit sporadic tindakan ditekankan pada pengasingan hewan sakit dan tersangka sakit disertai pengobatan.
b) Dalam keadaan penyakit enzootik tindakan pemberantasan ditekankan pada penentuan batas-batas daerah tertular dengan daerah belum tertular yang diikuti tindakan sebagai berikut:
 Disekeliling batas daerah tertular dilakukan vaksinasi.
 Didalam daerah tertular hewan sakit dan tersangka sakit disuntikan antibiotika atau antigen serum dengan masing-masing dosis pengobatan dan dosis pencegahan.

3. Ketentuan-ketentuan dalam usaha penanggulangan dan pemberantasan penyakit ngorok adalah sebagai berikut:
a) Hewan yang menderita penyakit ngorok harus diasingkan sedemikian rupa sehingga tidak kontak dengan hewan lain. Pengasingan sedapat mungkin dilakukan setempat dan disekatnya disediankan lubang 2-2.5 meter untuk pembuangan limbah dari kandang. Jika lubang sudah berisi sampai 60cm dari permukaan tanah maka lubang tersebut harus ditutup dengan tanah.
b) Dipintu-pintu masuk halaman atau daerah tempat pengasingan hewan sakit atau daerah yang terjangkit harus dituliskan pengumuman bahwa sedang terjangkit penyakit hewan menular.
c) Hewan yang sakit dilarang keluar dari daerahnya, sedangkan hewan yang dari luar dilarang masuk.
d) Jika terdapat hewan yang mati disebabkan penyakit ngorok harus segera musnahkan dengan cara dibakar atau dikubur sekurang-kurangnya 2 meter.
e) Setelah hewan yang sakit mati atau telah sembuh, kandang dan barang-barang yang pernah bersentuhan dengan hewan yang teridentifikasi harus didesinfeksi. Kandang-kandang yang terbuat dari bambu, atau atap alang-alang dan semua bahan yang tidak dapat didensifeksi harus di bakar.
f) Jika seluruh daerah terkena, harus dilakukan penutupan dari jalur lalu lintas hewan.
g) Penyakit dianggap lenyap dari suatu daerah setelah lewat waktu 14 hari sejak mati atau sembuhnya hewan yang sakit terakhir.

4. Hewan yang menderita penyakit ngorok dapat dipotong dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Hewan sakit dapat dipotong dan diambil dagingnya sepanjang keadaan fisik hewan menurut dokter hewan masih layak untuk dikonsumsi.
b) Daging yang berasal dari hewan yang sakit dapat disebarkan dan dapat dikonsumsi setelah sekurang-kurangnya 10 jam dari waktu pemotongan.
c) Kulit hewan yang berasal dari hewan sakit dan tersangka harus disimpan 24 jam sebelum diedarkan.
d) Semua limbah asal hewan sakit dan sisa pemotongan harus segera dibakar atau dikubur.

5. Pengobatan:
Pasteurella multocida merupakan bakteri gram negatif sehingga pengobatan dapat diberikan antibiotika golongan penicillin dan preparat sulfa (antibakteri), tetapi bakteri ini mudah menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut. Pemberian antibakterial yang efektif harus sedini mungkin dan dilanjutkan 1-2 hari setelah hewan terlihat normal. Apabila tidak ada perubahan dalam 24 jam setelah pemberian antibakterial spesifik, diberi obat yang baru atau ubah dosis (peningkatan dosis diatas petunjuk label) harus dari dokter hewan. Perubahan harus dilakukan secara kontinu sampai didapatkan efek bakterial yang efektif.
Perlindungan dan nutrisi yang cukup sangat dibutuhkan. Disarankan terapi tambahan dengan vitamin B yang diberikan dengan cara dicekok bersama pakan cair dan probiotik. Metode pengendalian penyakit yang efektif yang telah banyak digunakan saat ini adalah vaksinasi. Berbagai tipe vaksin telah digunakan dan menghasilkan derajat dan lama kekebalan yang bervariasi. Meskipun demikian, pengendalian penyakit yang efektif tidak hanya tergantung pada vaksin yang baik tetapi juga pada program vaksinasi yang strategis.
Vaksin yang dapat memberikan kekebalan tentu merupakan pilihan yang lebih baik. Vaksin adjuvant minyak sudah banyak dipakai, tetapi kesulitan aplikasi masih merupakan kendala yang besar. Beberapa vaksin hidup yang diaplikasi secara parenteral maupun secara aerosol sudah banyak dicoba. Umur vaksinasi dan saat vaksinasi sangat mempengaruhi keberhasilan pengendalian SE. Kerbau yang berumur kurang dari 3,5 bulan tidak dapat berespon baik terhadap vaksinasi. Hewan dibawah umur 6 bulan kurang peka terhadap penyakit SE. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya maternal imuniti. Dianjurkan vaksinasi awal adalah pada umur 4 bulan. Pada wilayah dimana terjadinya wabah dapat diperkirakan, sehingga vaksinasi tahunan harus dilakukan sebelum terjadinya wabah.
6. Vaksin SE
Umumnya vaksin terhadap SE hanya mengandung Pasteurella multocida tipe B-2 atau E-2. Di banyak negara, biang vaksin diperoleh dari isolat lapangan setempat. Macam-macam vaksin SE:
a. Plain bacterin
Adalah vaksin yang paling sederhana yang diproses dari kultur agar. Vaksin yang disiapkan dengan cara ini memberikan kekebalan kurang dari 6 minggu, tetapi yang tidak diberi adjuvant memberikan kekebalan 1,5-2 bulan dan dapat menyebabkan shock karena adanya endotoksin dalam vaksin bakteri tersebut.

b. Alum-precipitate vaksin
Vaksin ini dibuat dari broath bacterin yang dibunuh dengan formalin dan ditambahkan 10-20% larutan potash alum untuk mendapatkan 1% alum dalam vaksin. Vaksin ini banyak dipakai karena mudah didapat dan mudah diaplikasikan yaitu dengan cara penyuntikan secara subcutan. Vaksin ini dapat memberikan kekebalan selama 5 bulan, vaksinasi tahunan biasanya dilakukan dua kali.

c. Vaksin Adjuvat minyak
Vaksin ini telah terbukti cukup efektif. Emulsi minyak ini minimal harus mengandung 2 mg bakteri dalam 3 ml emulsi. Vaksinasi ini memberikan kekebalan dalam 6-9 bulan setelah vaksinasi pertama pada hewan muda, dan dapat melindungi selama 12 bulan setelah revaksinasi. Vaksin ini cukup kental dan agak sulit dalam pemakaiannya, cepat rusak pada suhu ruang, mempunyai waktu simpan yang singkat dan kadang-kadang menimbulkan efek samping berupa reaksi lokal. Usaha untuk mengurangi kekentalan vaksin biasanya berakibat pada pengurangan kekebalan.


d. Vaksinasi hidup parenteral
i. Blue variant
Beberapa galur bakteri Pasteurella multocida pernah dicoba sebagai vaksin hidup menggunakan blue variant yang diperoleh dari cultut broth yang lama.variant ini bersifat kurang patogen terhadap mencit. Pada kerbau, galur ini memberikan kekebalan untuk beberapa bulan, tetapi vaksin galur ini sekarang tidak digunakan lagi

ii. Streptomycin dependent mutan
Di Mesir, Streptomycin dependent mutan, galur P. multocida tipe B digunakan untuk mengimunisasi mencit. Di Srilank, mutan serupa digunakan untuk mengimunisasi sapi dan kerbau. Vaksin ini bisa melindungi 75% sapi dan 100% kerbau dengan dosis tunggal.

e. Vaksin hidup aerosol
Pasteurella multocida galur B-3 dan B-4 digunakan sebagai biang vaksin aerosol. Bakteri ini bisa menyebabkan hemorrhagi septicaemia pada ruminansia liar, tetapi tidak pada sapi dan kerbau. Walaupun galur P. multocida B-3 dan B-4 jarang terisolasi pada hewan, tetapi mempunyai hubungan imunologis yang dekat dengan isolat P. multocida lainnya.
Di lapangan, P. multocida B-3 dan B-4 didapat dari rusa di Inggris. Bakteri ini bersivat kurang virulen jika dibandingkan dengan P. multocida B-2. Vaksin ini diaplikasikan secara subcutan dengan dosis 107 CPU dari vaksin hidup dapat melindungi hewan lebih dari 1 tahun, tetapi aplikasi vaksin ini menimbulkan kebengkakan pada lokasi penyuntikan dan kematian pada beberapa hewan.
Percobaan lain dengan semprotan partikel kasar secara intranasal dengan dosis yang sama tidak memberikan perlindungan yang memadai. Pada percobaan selanjutnya, semprotan partikel halus dengan alat hair spray memberikan proteksi terhadap SE lebih dari 1 tahun. Inokulasi secara aerosol menimbulkan kekebalan lokal mukosa dan sistemik sehingga memberikan perlindungan yang lama. Vaksin tersebut direkomendasikan oleh FAO dan WHO untuk digunakan pada ternak sapi dan kerbau.

X. Kesimpulan

Septicaemia Epizootica (SE) adalah penyakit infeksius yang menyerang ruminansia oleh bakteri gram negatif Pasteurella multocida. Penyakit ini menyebar cepat dengan cara kontak langsung yang menyebabkan kematian dan kerugian ekonomi yang tinggi. Pencegahan SE yang bisa dilakukan adalah dengan pemberian vaksin.


























Kolera Unggas

Sinonim:
• Fowl Cholera
• Avian cholera
• Avian pasteurellosis
• Avian hemorrhagic septicemia

PASTEURELLOSIS
- Penyakit yg disebabkan o/ bakteri genus pasteurrella.
- P. multocida, Reimella anatipestifer, dll.


▪ Kausa :
- Pasteurella multocida :
- gram (-), batang bipoler, non motil, tdk spora.
- kalsifikasi  kapsul : A  unggas, B  SE, D  atrophic
rinitis, E, F.
 antigen somatik (LPS) : 16 tipe
- Kolera : serotipe A1, A3, A4.


▪ Keparahan tergantung pd :
a. Host : umur, spesies
b. bakteri : strain, kapsul, toxin (tipe A & D)
c. lingkungan

▪ Masa Inkubasi : 4 jam – 9 hari.
- Bentuk penyakit : perakut, akut, kronis
- Infeksi : Aerogen, oral, hematogen  luka gigitan

▪ Gejala Klinis :
a. Perakut : tdk ada GK, hwn mati
b. Akut : anorexia, mukus discharge mulut,diare, sesak nafas.
c. Kronis : bengkak pial, muka, persendian & telapak kaki; sesak nafas, tortikolis.

▪ Patologi Anatomi :
a. Akut  septikemia :
- Hiperemi umum, pendarahan epikardium, serosa & lemak;
- Hati bengkak, fokal nekrotik (hepatitis necrotican milier)
- Pneumonia, enteritis kataralis, ovarium lembek, pecah & pendarahan.
b. Kronis  Infeksi lokal :
- edema pial & persendian, exudat sal. pernafasan
- pneumonia fibrinus, ovaritis, tortikolis (radang telinga tengah)


▪ Histopatologi : Organ Hati & Paru2 :
- Infiltrasi sel radang terutama heterofil, makrofag
- sel hepatosit nekrose
- eksudat fibrin
- trombus dlm pembuluh darah





I Pendahuluan






II. Etiologi
1. Morfologi

2. Sifat Biakan

3. Sifat fisikokimia
Sifat biokimia kuman ini adalah sebagai berikut: tidak memproduksi H2S dan Urea, Tidak memfermentasi laktosa, raftinosa, arabonosa dan maltosa. Tetapi terhadap indol positif demikian pula kuman ini mampu memfermentasi glukosa, sukrosa dan mannitol. Dengan uji katalase kuman ini memberikan hasil yang positif.

4. Struktur antigen.
Pateurella multocida pada unggas tidak menunjukkan presipitasi silang (cross reaction precipitation) dengan Pasteurella multocida pada sapi dan babi. Demikian pula dengan reaksi kekebalannya (cros imunity) tidak ada reaksi silang satu dengan lainnya.
Kuman penyebab kolera pada itik di desa Mungu ternyata Pasteurella multocida capsular tipe A dengan somatic tipe 1. hal ini dilaporkan oleh Carter, 1980 yang telah megidentifikasi material yang dikirimkan oleh BPPV wilayah VI Denpasar Bali kepada Dr. GR. Carter.

III. Epizootiologi
1. Hewan rentan.
Hampir seluruh bangsa unggas rentan terhadap penyakit ini seperti : itik, angsa, ayam, mentok dan kalkun. Tingkat kerentanan bari berbagi jenis bangsa unggas berbeda-beda antara satu bangsa unggas dengan bangsa unggas yang lainnya. Dilihat dari tingkat kerentanannya kalkun merupakan hewan yang paling rentan. Berdasarkan umur jenis unggas penyakit ini pada ayam biasa menyerang yang berumur diatas 16 minggu, pada broiler umur 3-5 minggu, pada itik umur diatas 4 minggu. Selain itu merpati dan burung liar juga pernah dilaporkan menderita kolera unggas.


2. Cara penularan dan Pathogenesa kuman.
Cara penularan penyakit dari hewan satu ke hewan lainnya adalah secara oral dan secara perinhalasi. Penularan secara kontak, baik secara langsung maupun tak langsung dapat terjadi. Hewan yang sakit akan mengeluarkan kuman terutama melalui kotoran atau fesesnya. Namun yang berada di dalam kotoran bila mencemari makanan atau minuman ayam akan menginfeksi ayam yang sehat yang minum atau makan makanan yang tercemar tersebut. Kuman yang masuk ke dalam tubuh ayam akan berkembang biak terutama dalam saluran pencernaan penderita. Kuman yang telah berkembang biak dalam usus selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah melalui vena mesenterica menuju organ-organ predileksinya, seperti paru-paru, jantung, hati dan ginjal. Pada organ tersebut kuman menimbulkan kerusakan. Unggas yang pernah menderita penyakit ini dan kemudian sembuh dapat dicurigai sebagai karier/ pembawa. Lalat dan rakun dapat menjadi vektor dari kolera unggas.

IV. Gejala Klinis dan Patologi anatomi.
1. Gejala klinis
Penderita yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala-gejala klinis berupa gangguan pernafasan dimana tejadi suara ngorok, tidak mau makan, mencret berwarna kehijauan, lumpuh dan diikuti dengan kematian. Kematian penderita terjadi dalam waktu 2 hari sejak gejala awal muncul. Disamping gejala-gejala tersebut diatas, gejala yang paling sering menyertai adalah keluarnya darah dari lubang-lubang alami.

2. Patologi anatomi
Perubahan anatomi pada organ-organ penderita yang terserang kolera unggas ini yang paling mencolok adalah pada jantung, baik pada epicardium, myocardium maupun pada endokardiumnya tejadi perdarahan yang berbentuk ptechiae echimosa. Perdarahan seperti itu juga terdapat pada usus dan ginjal. Pada paru-paru disamping terjadi perdarahan juga terjadi peradangan (pneumonia). Sedangkan pada hati ditemukan bintik-bintik putih, dibawah kulit dijumpai adanya penimbunan cairan atau yang sering disebut dengan oedema.

V. Diagnosa dan Diagnosa banding
1. Diagnosa penyakit
Diagnosa penyakit oleh Pasteurella multocida didasarkan pada:
• Gejala klinis yakni berupa suara mengorok, mencret berwarna kehijauan, lumpuh dan keluarnya darah dari lubang-lubang alami tubuh.
• Patologi anatomi, berupa : perdarahan paru-paru, hati, ginjal dan usus.
• Pemeriksaan mikroskopik, ditemukannya kuman berbentuk batang, gram negatif, berkapsul dan bipolar.
• Isolasi dan identifikasi digunakan media padat agar darah dimana pada media ini kuman membentuj koloni bulat dengan tepi halus dan berwarna kecoklatan. Sedangkan untuk mengidentifikasi kuman dipakai beberapa media seperti yang diuraikan di bagian depan.

2. Pengiriman bahan
• Sediaan ulas darah jantung yang difiksasi dengan metil alkohol.
• Cairan udema atau darah jantung yang dimasukkan dalam pipet pasteur.
• Potongan organ tubuh seperti jantung, limpa, ginjal, kelenjar limfe dan sum-sum tulang. Organ dimasukkan dalam larutan gliserin NaCl 50%. Sum-sum tulang dianggap organ yang paling baik untuk dikirimkan.

3. Pemeriksaan dilaboratorium
• Pada preparat ulas darah yang diwarnai dengan biru metil atau giemsa terlihat kuman bipoler. Dengan perwarnaan gram terlihat bentuk batang Gram-negatif.
• Bahan yang diperoleh dari hewan tersangka seperti darah, cairan udema atau suspensi organ disuntikkan ke hewan percobaan.
• Isolasi agensia penyebab dapat menggunakan agar triptosa, agar darah atau agar serum darah. Biakan yang masih segar memberikan bau yang “khas”. Pada lempengan dapat terlihat tiga macam koloni :
a. Koloni mukoid (M) yang besifat lengket. Bakteri dari jenis koloi ini mempunyai derajat virulensi yang sedang terhadap mencit.
b. Koloni Smooth (S) memperlihatkan sifat fluoresen. Bakteri dari jenis koloni ini mempunyai derajat virulensi yang tinggi terhadap mencit.
c. Koloni rough (R) terlihat berwarna kebiruan dan bakteri dari koloni ini mempunyai derajat virulensi yang rendah terhadap mencit.
d. Jenis koloni M dan S memiliki kapsel, sedang tipe R tidak memilki kapsel.

2. Serologis
Serologis yang hasilnya cukup baik dan dapat digunakan adalah AGPT (Agar Gel Precipitation), FAT maupun CFT.


3. Diagnosa banding
Diagnosa banding dari penyakit ini adalah semua penyakit pada unggas yang menunjukkan gejala diare, seperti :
1. Salmonellosis
2. Newcastle Disease (ND)
3. Coriza
4. Colibasillosis

VI. Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan.
Untuk mencegah penyakit kolera pada unggas yang sering digunakan adalah vaksin Past produksi Pusvetma Surabaya. Vaksin ini merupakan vaksin inaktif dalam minyak atau dalam pelarut minyak (adjuvant). Sebagai antigennya digunakan kuman Pasteurella multocida yang diisolasi dari itik yang menderita kolera. Aplikasi vaksin ini adalah secara sub kutan dengan dosis 0,5 ml. Selain itu vaksin-vaksin lain contohnya adalah Otogenus vaksin yang terdiri dari dua macam, yaitu sebagai beikut:
a. Broth bacterin vaksin.
Vaksin ini menggunakan Pasteurella multocida yang diisolasi pada itik yang menderita kolera unggas. Kuman tersebut kemudian dibentuk dalam serum Broth selama 16 jam, untuk membunuh kuman. Memakai formalin dengan konsentrasi akhir 0,25 %.

b. Precipatated Broth Vaksin
Merupakan kuman Pasteurella multocida pada broth serum broth yang berumur 16 jam ditambah potassium Alumunium Sulfat, denagn konsentrasi akhir 9,75% dan dibiarkan selama 6 jam kemudian ditambahkan formalin dengan konsentrasi akhir 0,25%.

Pengobatan dan pengendalian lain yang sering dilakukan terhadap kuman Pasteurella multocida adalah dengan menggunakan antibiotik seperti Spektinomisin, Linkomisin, Eritromisin. Aplikasi eritromisin biasanya dicampurkan bersama dengan air minum denagn dosis tertentu. Sanitasi kandang, biosekurity, dan manajemen kandang adalah hal yang mutlak harus dilakukan untuk mengurangi angka sakit. Vaksinasi colera unggas unggas pada ayam dilakukan pada ayam umur 8-10 minggu, kemudian diulang pada umur 18-20 minggu. Pada kalkun vaksinasi dilakukan pada kalkun umur 6-8 minggu dan kemudian diulang pada 14- 16 minggu.





XI. Daftar Pustaka

Bain RVS. 1963. Hemorrhagic Septicaemia. Australia: Department of Veterinary Pathology and Bacteriology. Hlm 6-11.

Bain RVS, De Alwis MCL, Carter GR dan Gupta BK. 1982. Haemorrhagic Septicaemia. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nations. Hlm 1-15.

Bakhori S. 2005. Penyakit Kerbau Ngorok Mengganas di Jambi. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/sumatera/2005/02/16/brk,20050216-33,id.html. [22 Februari 2007]

Carter GR dan De Alwis MCL. 1989. Haemorrhagic Septicaemia. Oleh Rutter JM. Pasteurella and Pasteurellosis. Harcourt Brace Jovanovich: Academic Press. Hlm 131-157.

Direktorat Kesehatan Hewan. 1988. Petunjuk Khusus Cara Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan Menular. Jakarta: Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Hlm 24-26.

_________. 1977. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Hasil lokakarya penyusunan pedoman pengendalian hewan menular. Jakarta: Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Hlm 39-49.

Lafeber T. 2006. Pasteurella Multocida Infection. http://www.emedicine.com/med/topic1764.htm. [22 Februari 2007]

Natalia L dan Priadi A. Diagnosis, Pencegahan dan Pengendalian Ngorok. Kumpulan makalah. Penyakit Ngorok (Septicaemia Epizootica, SE) dalam rangka pelepasan purna bhakti ahli peneliti utama Drh. H. Anief Sjamsudin, APU. Simposium. 19 Agustus 1997 di Bogor. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. Hlm 31-40.

Seleim RS. 2003. Review: Major Pathogenic Components Of Pasteurella Multocida And Mannheimia (Pasteurella) Haemolytica Isolated From Animal Origin. http://www.priory.com/vet/Pasteurella.htm. [22 Februari 2007]